Kamis, 27 November 2008

Materi Kuliah : Pengertian Pers dan Ciri-Ciri Pers

Istilah “pers” berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publication).

Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.

Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan medium komunikasi yang tertua di dunia, dan kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi sosial merupakan bagian integral dari masyarakat, dan bukan merupakan unsur yang asing dan terpisah daripadanya. Dan sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga masyarakat lainnya


Pers sebagai Medium Komunikasi

Ditinjau dari kerangka proses komunikasi, pers tidak lain adalah medium (perantara) atau saluran (channel) bagi pernyataan-pernyataan yang oleh penyampainya ditujukan kepada penerima yaitu khalayak. Dalam proses komunikasi melalui media terdapat 5 unsur atau komponen yang terlibat, yaitu (1) penyampai, (2) pesan, (3) saluran, (4) penerima, (5) efek. Pers hanya sebagai saluran bagi pernyataan umum. Yang bertindak sebagai penyampai bukan individu biasa seperti yang terdapat dalam komunikasi tatap muka, melainkan individu yang bekerja pada surat kabar, majalah, studio radio, televisi, dan sebagainya. Dalam penyampaian pernyataan tersebut ia tidak bertindak sebagai individu biasa, melainkan sebagai bagian atau mewakili media massa. Jadi ia sendiri tidak menampilkan atau mencantumkan namanya, seperti lazimnya dalam media massa. Ia adalah orang yang anonim.

Wilbur Schramm menyebutnya sebagai institutionalized person. Sekalipun harus diakui bahwa tidak semua individu bekerja secara anonim, sebab ada juga orang yang bekerja pada persuratkabaran secara terang-terangan, misalnya seorang kolumnis. Ia adalah orang yang secara periodik dengan menyebutkan atau menuliskan namanya dalam penyelenggaraan suatu rubrik tertentu. Seorang kolumnis dapat juga digolongkan sebagai opinion leader atau pembentuk pendapat umum. Karena namanya sudah merupakan jaminan bagi mutu tulisannya, dan tulisan itu dijadikan pedoman bagi pembaca-pembacanya yang setia. Bahkan pengaruh seorang kolumnis kadang-kadang sampai sedemikian besarnya, sehingga sebagai perseorangan ia mampu mempengaruhi kebijaksanaan politik pemerintahnya.


Pers sebagai Lembaga Masyarakat

Pers sebagai subsistem dari sistem sosial selalu tergantung dan berkaitan erat dengan masyarakat dimana ia berada. Kenyataan ini mempunyai arti bahwa di manapun pers itu berada, membutuhkan masyarakat sebagai sasaran penyebaran informasi atau pemberitaannya. Pers lahir untuk memenuhi keperluan masyarakat akan informasi secara terus menerus mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa besar atau kecil yang terjadi di dalam masyarakat.


Peranan dan fungsi pers selain melakukan pemberitaan yang obyektif kepada masyarakat, juga berperan dalam pembentukan pendapat umum. Bahkan dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran politik rakyat dan dalam menegakkan disiplin nasional. Peranan pers dan media massa lainnya yang paling pokok dalam pembangunan adalah sebagai agen perubahan. Letak peranannya adalah dalam membantu mempercepat proses peralihan masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern.


Fungsi Pers:

1. Fungsi menyiarkan informasi (to inform)
Menyiarkan informasi merupakan fungsi pers yang pertama dan utama. Khalayak pembaca berlangganan atau membeli surat kabar karena memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumi ini, mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan oleh orang lain, apa yang dikatakan orang lain, dan sebagainya.

2. Fungsi mendidik (to educate)
Sebagai sarana pendidikan massa (mass education), surat kabar dan majalah memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana. Kadang-kadang cerita bersambung atau berita bergambar juga mengandung aspek pendidikan.

3. Fungsi menghibur (to entertain)
Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat oleh surat kabar dan majalah untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel yang berbobot. Isi surat kabar dan majalah yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka teki silang, pojok, karikatur, tidak jarang juga berita yang mengandung minat insani (human interest), dan kadang-kadang tajuk rencana. Meskipun pemuatan isi mengandung hiburan, itu semata-mata untuk melemaskan ketegangan oikiran setelah para pembaca dihidangi berita dan artikel yang berat.

4. Fungsi mempengaruhi (to influence)
Fungsi mempengaruhi ini yang menyebabkan pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Napoleon pada masa jayanya pernah berkata bahwa ia lebih takut kepada empat surat kabar daripada serangan serdadu dengan senapan bersangkur terhunus. Sudah tentu surat kabar yang ditakuti ini ialah surat kabar yang independent, yang bebas menyatakan pendapat, bebas melakukan social control, bukan surat kabar yang membawakan ”his masteries voiceI”. Fungsi mempengaruhi dari surat kabar, secara implisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel.


SISTEM PERS: POLA HUBUNGAN PERS DAN PEMERINTAHAN

1. Teori Pers Otoriter (Authoritarian)

Lahir pada abad ke-15 sampai ke-16 pada masa bentuk pemerintahan bersifat otoriter (kerajaan absolut). Teori ini hampir secara otomatis dipakai di semua negara ketika masyarakat mulai mengenal surat kabar sebagai wahana komunikasi.

Dalam teori ini, media massa berfungsi menunjang negara (kerajaan) dan pemerintah dengan kekuasaan untuk memajukan rakyat sebagai tujuan utama. Oleh karena itu pemerintah langsung menguasai dan mengawasi kegiatan media massa. Akibatnya sistem media massa sepenuhnya berada di bawah pengawasan pemerintah. Kebebasan pers sangat tergantung pada kekuasaan raja yang mempunyai kekuasaan mutlak.

4 asumsi dasar falsafah tentang hubungan antara manusia, masyarakat, dan negara:

a) Hakikat Manusia: manusia dapat mencapai potensi sepenuhnya hanya apabila manusia itu menjadi anggota masyarakat. Manusia sebagai individu bidang kegiatannya terbatas.

(b) Hakikat Masyarakat: manusia sebagai anggota masyarakat atau kelompok yang terorganisasi akan mampu mencapai tujuan hidupnya bahkan tak terukur. Dengan asumsi ini maka kelompok lebih penting daripada perseorangan karena hanya melalui kelompoklah tujuan perseorangan dapat tercapai.

(c) Hakikat Negara: bahwa negara adalah ekspresi tertinggi dari organisasi kelompok manusia, mengungguli perseorangan dalam segala skala nilai. Tanpa negara orang perseorangan tidak sanggup mengembangkan atribut-atribut manusia yang berbudaya. Ketergantungan perseorangan terhadap negara dalam mencapai dan mengembangkan peradaban muncul sebagai formula umum dari semua sistem otoriter.

(d) Hakikat Kebenaran dan Pengetahuan: pengetahuan dapat ditemukan melalui usaha mental. Kemampuan dalam menggunakan proses mental dalam mendorong munculnya proses itu sangat berbeda. Karena adanya perbedaan itu maka manusia juga harus dibedakan tempatnya dalam struktur masyarakat. Orang-orang bijaksana yang mempunyai kesanggupan menganalisis dan menyimpulkan masalah harus menjadi pemimpin dalam suatu masyarakat yang terorganisasi. Atau, apabila tidak menjadi seorang pemimpin maka setidaknya harus menjadi penasihat bagi pemimpin-pemimpin masyarakat. Pengetahuan yang tidak diilhami tuntutan Ketuhanan didapat melalui usaha-usaha manusia yang sebaiknya disalurkan melalui negara untuk kebaikan semua orang. Dengan demikian maka pengetahuan yang diperoleh dapat dikembangkan dan dapat dijadikan panutan semua anggota masyarakat yang memubutuhkan rumusan absolut.

Kekuasaan yang ada pada tangan pemerinah, pada mulanya ada di tangan gereja. Mereka menganggap dirinya mendapat wahyu dari Yesus Kristus untuk membimbing masyarakat agar tidak menyimpang. Akhirnya pemikiran-pemikiran yang dibenarkan gereja menjadi keharusan. Tokoh-tokoh ini adalah Plato, Machiavelli, Hobbes, Hegel, serta Trotsky.

Prinsip utama:
- Media seyogyanya tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak wewenang yang ada.
- Media selamanya (akhirnya) harus tunduk pada penguasa yang ada.
- Media seyogyanya menghindari perbuatan yang menentang nilai-nilai moral dan politik atau dominan mayoritas.
- Penyensoran dapat dibenarkan untuk menerapkan prinsip-prinsip ini.
- Kecaman yang tidak dapat diterima terhadap penguasa, penyimpangan dari kebijaksanaan resmi, atau perbuatan yang menentang kode moral dipandang sebagai perbuatan pidana.
- Wartawan atau ahli media lainnya tidak memiliki kebebasan di dalam organisasi medianya.
Para Tokoh Pemikir

a. Plato
Bentuk pemerintahan yang ideal adalah pemerintahan aristokrat atau kebangsawanan. Sifat dasar manusia termasuk keinginan-keinginan materialnya dan perasaan mementingkan diri sendiri cenderung merendahkan derajat pemerintahan. Plato beranggapan bahwa negara akan selamat hanya apabila dipegang oleh orang-orang bijak, misalnya pada magistrat yang memerintah yang memerintah denga otoritas moral dan menggunakan otoritas tersebut untuk menjaga agar elemen masyarakat yang paling dasar tetap pada garisnya. Plato yakin bahwa masyarakat yang ideal adalah masyarakat di mana negara membentuk dan memaksakan tujuan-tujuan politik dan budayanya. Pandangan demikian berarti bahwa ada pengendalian ketat terhadap terjadinya opini dan diskusi dalam masyarakat.

b. Machiavelli
Machiavelli tidak mempersoalkan tujuan dan arah negara. Yang dipermasalahkan adalah cara untuk mendapatkan dan agar tetap memegang kekuasaan politik. Keamanan negara harus dapat dicapai dengan kebijakan penguasa yang realistis dan nonmoralis. Dibawah doktrin seperti itu diskusi dalam masyarakat harus dibatasi apabila penguasa menganggap bahwa diskusi itu mengancam kedudukannya.

c. Thomas Hobbes
Berdasarkan dua keinginan dasar manusia, yaitu bebas dari penderitaan dan ingin berkuasa, Hobbes mengembangkan suatu sistem filsafat politik yang lengkap dimana kekuasaan mengawasi kegiatan tiap orang demi kepentingan banyak orang ialah yang terpenting. Kekuasaan untuk menjaga ketertiban dan kedamaian merupakan hal yang utama.

d. George Hegel
Ahli filsafat dari Jerman ini dijuluki sebagai pencetus cikal bakal komunisme dan fasisme. Kebebasan perseorangan menurut Hegel untuk mengetahui bahwa orang tersebut tidak bebas, tetapi tindakannya ditentukan oleh sejarah, masyarakat, terutama ide absolut yang terwujud dalam negara.

· Kaum Tudor di Inggris pada abad 16 memberikan hak-hak paten yang sifatnya eksklusif kepada orang-orang pilihan yang memonopoli bidang penerbitan dan mengeruk keuntungan sepanjang mereka tidak berusaha menggoncangkan pemerintahan
· Jurnal-jurnal resmi yang mewakili pemerintah diterbitkan di semua negara Barat. Jurnal-jurnal ini diberi tugas untuk memberikan gambaran yang tepat dan cermat tentang kegiatan pemerintah agar disiarkan kepada masyarakat. Juga membuat tindakan balasan untuk menghapus kesan yang salah akibat tulisan yang karena suatu dan lain hal tidak terjangkau oleh pengawasan pemerintah.
· Dikeluarkan sistem lisensi atau perizinan untuk karya perseorangan, terutama dalam masalah agama dan politik. Mereka harus menyerahkan hasil karya kepada wakil pemerintah yang dianggap tahu mengenai tujuan pemerintah.
· Cara lain dalam mengawasi pers ialah pendakwaan melalui pengadilan atas pelanggaran peraturan yang telah diterima oleh umum. Dalam semua tindakan hukum tuduhan pengkhianatan merupakan tindakan kriminal terhadap masyarakat.
· Ada tiga kategori tindakan yang dapat digolongkan sebagai pengkhianatan, yaitu (1) usaha menggulingkan negara, (2) terlibat dalam kegiatan yang dapat mengarah pada penggulingan negara, dan (3) mendukung dan menganjurkan kebijaksanaan yang dapat mengarahkan pada penggulingan negara. Hukuman bagi pengkhianatan biasanya ialah hukuman mati sebagai senjata ampuh untuk membungkam pendapat yang menyerang pemerintah.
· Yang diijinkan ialah semua hal yang mendukung dan mengembangkan tujuan dan kebijakan negara. Sebaliknya, hal yang bersifat mengkritik para pemimpin politik beserta proyek-proyeknya dilarang.


2. Teori Pers Liberal (Libertarian)

Sistem pers liberal ini berkembang pada abad ke 17 dan 18 sebagai akibat timbulnya Revolusi Industri dan perubahan besar di dalam pemikiran-pemikiran masyarakat di Barat pada waktu itu yang lebih dikenal sebagai abad aufklarung (abad pencerahan). Lahirnya prinsip liberal yang mendasari pelbagai lembaga sosial politik terutama pers disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya (1) penemuan geografis menghasilkan perluasan pemikiran manusia terutama penemuan-penemuan ilmiah, seperti Newton, Copernicus, dan Keppler yang memperlihatkan adanya nilai-nilai baru. (2) kehadiran kelas menengah dalam masyarakat terutama di Eropa di mana kepentingan kelas komersial sedang berkembang dan menuntut agar pertikaian agama dihentikan. Sementara itu, hak khusus bangsawan dibatasi. Di Inggris terjadi pergeseran dengan keunggulan parlemen atau wakil rakyat atas kekuasaan raja, terjadi pembentukan partai dan menghasilkan pembenaran hak untuk mengadakan revolusi.

Menurut teori ini, manusia pada dasarnya mempunyai hak-haknya secara alamiah untuk mengejar kebenaran dan mengembangkan potensinya apabila diberikan iklim kebebasan menyatakan pendapat.

Prinsip Dasar:
(a) Manusia pada hakikatnya dilahirkan sebagai makhluk bebas yang dikendalikan oleh ratio atau akalnya.
(b) Kebahagiaan dan kesejahteraan individu merupakan tujuan dari manusia, masyarakat, dan negara. Manusia sebagai makhluk yang menggunakan akalnya mempunyai kemampuan untuk mengatur dunia sekelilingnya dan dapat mengambil keputusan-keputusan yang sesuai dengan kepentingannya.
(c) Negara merupakan alat yang sangat diperlukan oleh masyarakat untuk mencapai tujuan. Negara menyediakan lingkungan bagi masyarakat dan perseorangan sehingga mereka dapat menggunakan kemampuannya sendiri untuk mencapai tujuan. Apabila negara gagal dalam mencapai tujuan tersebut maka dianggap sebagai penghalang dan boleh diubah.
(d) Kemampuan berpikir manusia adalah pemberian Tuhan yang sama halnya dengan pemberian kejahatan dan kebaikan. Dengan kemampuan tersebut manusia dapat memecahkan permasalahan sehingga makna pemberian Tuhan memudar dan kemampuan manusia memecahkan persoalan menjadi lebih menonjol.

Mengenai kebebasan pers, teori libertarian beranggapan bahwa pers harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia dalam usahanya mencari kebenaran. Untuk mencari kebenaran, manusia memerlukan kebebasan untuk memperoleh informasi dan pikiran-pikiran yang hanya dapat secara efektif diterima ketika itu, apabila disampaikan melalui pers. Dengan demikian jelas bahwa dalam masyarakat liberal, kebebasan pers merupakan hal yang sangat pokok, karena dari kebebasan pers ini akan dapat dilihat esensialita dari kebebasan manusia. Atau dengan kata lain, kebebasan pers dapat menjadi ukuran atas kebebasan yang dimiliki oleh setiap manusia.


Sistem Pers Komunis

Teori ini berkembang pada awal abad ke20 sebagai akibat dari sistem komunis di Uni Soviet. Dalam teori komunis ini, media massa merupakan alat pemerintah (partai) dan bagian integral dari negara. Ini berarti bahwa media massa harus tunduk pada perintah dan kontrol dari pemerintah atau partai. Tunduknya media massa pada partai komunis membawa arti yang lebih dalam, yaitu sebagai alat dari partai komunis yang berkuasa. Kritik diizinkan dalam media massa, tetapi kritik terhadap dasar ideologi dilarang. Media massa melakukan yang terbaik menurut pemimpin elit negara dan partai, dan apa yang terbaik menurut pemimpin elit negara dan partai. Yang dilakukan media massa untuk mendukung komunis dan negara sosialis merupakan perbuatan moral, sedangkan perbuatan yang membahayakan atau merintangi pertumbuhan komunis adalah perbuatan imoral.

Lenin mempunyai keyakinan bahwa pers harus selalu melayani kelas yang dominan dalam masyarakat, yaitu kaum proletar. Oleh karena itu pers harus melayani kepentingan partai komunis, sebagai satu-satunya partai yang mewakili kaum proletar dan sekaligus bertindak sebagai pemimpinnya. Fungsi pers komunis ditetapkan sebagai alat untuk melakukan ”indoktrinasi massa” atau ”pendidikan massa/bimbingan massa” yang dilancarkan oleh partai. Bimbingan dan pendidikan massa ini dilakukan melalui ”propaganda” dan ”agitasi” yang merupakan salah satu aspek terpenting dari fungsi partai dan kegiatan-kegiatan formal negara.

Tunduknya pers secara total kepada partai Komunis ini membawa konsekuensi bahwa kebebasannya dibatasi untuk menerbitkan berita-berita atau pandangan-pandangan sendiri, demikian juga usahanya memanfaatkan kebebasan untuk sedapat mungkin melayani kepentingan atau pendapat para pembacanya.

Prinsip dari teori Pers Komunis:
- Media seyogyanya melayani kepentingan dari dan berada di bawah pengendalian kelas pekerja
- Media seyogyanya tidak dimiliki secara pribadi
- Media harus melakukan fungsi positif bagi masyarakat dengan: sosialisasi terhadap norma yang diinginkan; pendidikan; informasi; motivasi; mobilisasi
- Di dalam tugas menyeluruhnya bagi masyarakat, media seyogyganya tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan audiensnya
- Masyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk mencegah, atau menghukum setelah terjadinya peristiwa, publikasi anti masyarakat
- Media perlu menyediakan pandangan yang purna (complete) dan objektif tentang masyarakat dan dunia, dalam batas-batas prinsip marxisme-leninisme
- Wartawan adalah ahli yang bertanggung jawab yang tujuan dan cita-citanya seyogyanya serupa dengan kepentingan terbaik masyarakat
- Media hendaknya mendukung gerakan progresif di dalam dan di luar negeri

Perbedaan dengan Teori Pers Otoriter

Teori Pers Otoriter
Teori Pers Komunis
Pers adalah alat penguasa
Pers bagian dari partai yang berkuasa dan merupakan milik negara
Media pers memperoleh imbalan baik berupa fasilitas maupun keuntungan
Ditiadakan
Pers tidak diizinkan mengkritik kelemahan penguasa
Bebas mengundang kritik dari penguasa dalam batas meningkatkan program dan efisiensi kerja sebagai alat partai
Mempertahankan kekuasaan yang berkuasa
Menggulingkan kapitalisme dan borjuis untuk mencapai tujuan masyarakat tanpa kelas
Mempertahankan kelas feodal
Menciptakan masyarakat tanpa kelas
Sedikit terintegrasi dalam kegiatan dengan pemerintahan
Secara menyeluruh terintegrasi



Teori Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)

Muncul pada permulaan abad ke20 sebagai protes terhadap kebebasan yang mutlak dari teori libertarian yang mengakibatkan kemerosotan moral pada masyarakat. Dasar pemikiran teori ini adalah kebebasan pers harus disertai tanggung jawab kepada masyarakat.

Teori tanggung jawab sosial berasal dari inisiatif orang Amerika – Komisi Kebebasan Pers atau the Commission on Freedom of the Press. Pendorongnya yang utama adalah tumbuhnya kesadaran bahwa dalam hal-hal tertentu yang penting, pasar bebas telah gagal untuk memenuhi janji akan kebebasan pers dan untuk menyampaikan maslahat yang diharapkan bagi masyarakat. Secara khusus, perkembangan tenologi dan perdagangan pers dikatakan telah menyebabkan kurangnya kesempatan akses bagi orang-orang dan berbagai kelompok serta rendahnya standar prestasi dalam upaya memenuhi kebutuhan kelompok serta rendahnya standar prestasi dalam upaya memenuhi kebutuhan informasi, sosial dan moral dari masyarakat. Hal itu juga dipandang telah meningkatkan kekuasaan kelas tertentu. Pada saat yang sama, munculnya media radio dan film yang baru dan tampaknya sangat berpengaruh telah menunjukkan adanya kebutuhan akan jenis pengendalian publik tertentu dan sarana yang sesuai bagi media cetak yang telah lama mapan dan terorganisasi secara profesional.
Teori ini merupakan hasil pemikiran para ahli pikir ketika itu yang merasa bahwa teori libertarian murni dan tradisional sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan zaman dan kebutuhan masyarakat pada waktu itu. Pada ahli pikir ini berpendapat bahwa terhadap kebebasan yang telah dinikmati oleh pers Amerika Serikat selama dua abad lebih haruslah diadakan pembatasan-pembatasan atas dasar moral dan etika. Pers harus bertindak dan melakukan tugasnya sesuai dengan standar-standar hukum tertentu.

Teori tanggung jawab sosial ini, seperti yang diuraikan oleh Theodore Peterson, mendasarkan pandangannya kepada suatu prinsip bahwa ”kebebasan pers harus disertai dengan kewajiban-kewajiban, dan pers mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat guna melaksanakan tugas-tugas pokok yang dibebankan kepada komunikasi massa dalam masyarakat modern seperti sekarang ini”.

Uraian Peterson ini mengandung makna bahwa dalam teori tanggung jawab sosial, prinsip ”kebebasan pers” masih dipertahankan dengan penambahan tugas dan beban, bahwa kebebasan yang mereka miliki itu haruslah disertai dengan kewajiban-kewajiban bertanggung jawab.

Teori ini cenderung berorientasi kepada mementingkan kepentingan umum, baik secara individual maupun kelompok; misalnya pengertian mengenai siapa yang berhak menggunakan media, oleh teori tanggung jawab sosial, dianggapnya bahwa setiap orang mempunyai sesuatu untuk dikatakan. Dan hak kontrol dari media yang diberikan kepada kelompok-kelompok sebagai pendapat masyarakat, tindakan-tindakan konsumen, dan nilai-nilai profesi. Ini berarti bahwa tugas pers harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan masyarakat harus bisa melihat dan menilai tugas tanggung jawab sosial ini secara nyata. Maka dapat dikatakan bahwa kebebasan yang dianut oleh teori tanggung jawab sosial ini sangat berbeda dengan pengertian kebebasan mutlak yang dianut oleh teori libertarian. Kebebasan menurut teori tanggung jawab sosial harus pula melihat kepentingan umum atau masyarakat lingkungannya di mana pers itu berada.

Teori tanggung jawab sosial menyarankan suatu petunjuk, di mana pemikiran mengenai kebebasan pers diarahkan. Beberapa aspek dari teori ini telah dijalankan seperti di Amerika Serikat. Sejumlah penerbit surat kabar merasakan adanya tanggung jawab terhadap masyarakat yang mereka layani. Sebagai realisasi, industri-industri film membentuk peraturan sendiri (intern) untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Orang-orang Amerika mulai menuntut adanya standar tertentu bagi penampilan pers, adanya ketetapan dalam undang-undang. Mereka membuat kode etik dan mengelola media dengan pertimbangan kebaikan bagi masyarakat.

Prinsip utama teori tanggung jawab sosial:
- Media seyogyanya meneriman dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakat
- Kewajiban tersebut terutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan, obyektivitas, dan keseimbangan
- Dalam menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, media seyogyanya dapat mengatur diri sendiri di dalam kerangka hukum dan lembaga yang ada
- Media seyogyanya menghidari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik atau agama
- Media secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai sudut pandang dan hak untuk menjawab
- Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama, memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum
- Wartawan dan media profesional seyogyanya bertanggung jawab terhadap masyarakat dan juga kepada majikan serta pasar.

1 komentar:

Catur Ariadie mengatakan...

terima kasih atas tulisan Anda, sangat membantu saya dalam mengerjakan tugas.

mohon izin untuk mengunduh artikelnya

salam,

catur ariadi