Rabu, 26 November 2008

Wartawan..Oh..Wartawan

Lagi, lagi, dan lagi dunia jurnalistik kita berkabung. Setelah Ersa Siregar, kini ada dua lagi wartawan yang tewas dalam menjalankan tugas. Kali ini menimpa kameraman Lativi, Suherman dan kameraman SCTV, M.Guntur Syaifullah. Mereka tewas saat sedang meliput penyelidikan tentang penyebab terbakarnya KMP Levina 1 di perairan Muara Gembong, Bekasi, Minggu,25 February 2007.
Kejadian ini bermula ketika bangkai kapal Levina 1 yang mereka naiki bersama tim Puslabfor Mabes Polri, KNKT, dan beberapa rekan wartawan tiba-tiba saja tenggelam dengan waktu tidak kurang dari 5 menit. Waktu yang teramat singkat untuk menduga bahwa kapal akan tenggelam. Ya..tak ada yang menduga kapal yang disangka telah aman dari petaka akhirnya mengalami musibah untuk kedua kalinya. Nasib Suherman bisa terbilang lebih beruntung, jasadnya langsung bisa ditemukan. Yang tragis adalah M.Guntur Syaifullah, dia sempat dinyatakan hilang bersama 2 anggota Puslabfor Mabes Polri dan baru ditemukan 2 hari sesudahnya dengan jasad yang telah terbujur kaku. Salah satu rekan wartawan yang berada tidak jauh dari Guntur pada detik-detik ia hilang ditelan air laut menyatakan bahwa Guntur sebenarnya sudah turun dari kapal tersebut, ia hanya tinggal meraih tambang yang diulurkan kapal Polairud, namun karena dia tidak bisa berenang dan ditangannya membawa kamera, dia mengalami kesulitan meraih tambang tersebut, akhirnya perlahan tangannya mulai tenggelam, tenggelam, dan hilang. Bahkan menurutnya, Guntur sempat berkata, “ Tolong gue, gue nggak bisa renang, tolong selamatkan kamera gue “. Ironis…disaat-saat genting seperti itu, dia masih sempat berpikir tentang kamera yang menjadi tanggung jawabnya. Ini terbukti dari saat jasad ditemukan bentuk tangannya seperti sedang memegang kamera. Seandainya dia lempar kamera itu, mungkin dia masih bisa diselamatkan, Seandainya petugas Polairud lebih tegas melarang rekan wartawan masuk dalam bangkai kapal dan seandainya dia dan Suherman tidak ikut dalam peliputan itu, mungkin kini sosok mereka masih ada.
Terlepas dari semua itu, adalah Tuhan penentu segalanya. DitanganNya seluruh takdir manusia ditetapkan. Kata “ seandainya “ adalah ungkapan penyesalan dan ketika peristiwa itu telah terjadi, sesal tak akan berguna apa-apa. Kejadian ini tentu membawa banyak hikmah bagi kita semua. Kita belajar untuk lebih menghargai hidup, kita belajar mencintai pekerjaan yang kita lakukan, namun secinta apapun kita terhadap pekerjaan, mengutamakan keselamatan diri di setiap kondisi darurat adalah hal yang penting, ingat bahwa apapun pekerjaan yang kita pilih, kita bekerja untuk banyak orang, ada banyak yang mencintai kita dan jika kematian sudah tidak dapat dihindari, percayalah kita sudah melakukan yang terbaik. Satu lagi yang tak kalah penting adalah kita perlu membenahi sistem transportasi yang ada saat ini agar tak ada lagi peristiwa seperti ini terjadi. Bagi saya yang memilih jurnalis sebagai cita-cita, peristiwa ini menjadi inspirasi sekaligus motivasi, kelak ketika saya lulus kuliah dan benar-benar menjadi wartawan, sikap heroik dan dedikasi yang mereka tunjukkan akan selalu menjadi pegangan tiap kali saya menjalankan tugas. Wartawan merupakan profesi yang mulia, saya bangga memilih profesi ini sebagai pilihan hidup, dan saya bangga dengan mereka yang tewas saat menjalankan tugasnya sebagai seorang jurnalis. Selamat jalan senior-seniorku…

Tidak ada komentar: