Selasa, 28 Desember 2010

Dari Bukit Jalil Hingga Gelora Bung Karno, Kau Tetap Garuda Di Dadaku..

Wajah Bimo,24, tertunduk lesu saat Mohd. Safee Sali,pemain timnas Malaysia bernomor punggung 10 itu melesakkan gol ketiga dalam pertandingan final leg 1 antara Malaysia - Indonesia di Stadion Bukit Jalil,Malaysia, Minggu (26/12). Gol ini sekaligus menggenapkan kemenangan Malaysia 3-0 atas Indonesia. Sorak sorai pendukung timnas Indonesia pun berganti sunyi. 

Kecewa. Itulah yang dirasakan semua rakyat Indonesia. Terlebih bagi Bimo dan sebagian besar suporter yang langsung terbang ke Malaysia untuk mendukung tim Garuda berlaga. Bukan hanya pengorbanan materi, waktu, dan tenaga saja tapi juga harga diri sebagai warga negara Indonesia yang jadi taruhan. Yah, harap maklum..lawan kali ini adalah negara serumpun yang hobinya jadi plagiat segala rupa bangsa Indonesia. Dari batik, lagu, angklung, sampai pulau diklaim sebagai miliknya.

" Sudah pasti sangat kecewa. Bolehlah Indonesia itu kalah dari negara lain tapi jangan dengan Malaysia, saya nggak rela. Mereka negara pencuri " ujarnya menggebu.

Reaksi Bimo tergolong wajar karena ulah negaranya Siti Nurhaliza ini sungguh sangat menggemaskan. Bahkan, semakin membuat geram dengan kelakuan sejumlah suporternya yang sengaja menggunakan laser pointer untuk mengacaukan fokus pemain timnas. Tak hanya itu, kabarnya suporter mereka pun melempari tribun pendukung Indonesia dengan botol air mineral dan coba melakukan provokasi. Benar-benar ulah kampungan yang tidak mencerminkan sportifitas.

Contoh nyata ketidaksportifan mereka terlihat sejak menit awal pertandingan. Wajah Markus Haris Maulana, sang kiper, berkali-kali disorot sinar laser sehingga berbuntut protes di menit 53 agar pertandingan dihentikan. Wasit mengabulkan protes tersebut selama kurang lebih 5 menit  dan meminta pihak official Malaysia mengambil tindakan tegas terhadap penonton yang melakukan aksi memalukan itu.

Pertandingan akhirnya dilanjutkan kembali. Kali ini dengan tensi yang meningkat.  Emosi serta konsentrasi pemain berhasil diacak-acak karena insiden tersebut. Hal itu terlihat dari barisan pemain belakang yang mendadak kocar-kacir bak ayam kehilangan induk. Tidak ada koordinasi yang solid apalagi pertahanan rapat.  Akibatnya fatal. Kesalahan Maman Abdurrahman, punggawa lini belakang timnas, dalam mengantisipasi umpan lawan membuahkan gol pertama bagi harimau malaya-julukan Malaysia- lewat tandukan Safee Sali di menit 59. 1-0 untuk keunggulan Malaysia.

Setelah tertinggal 1 gol, pasukan Alfred Riedl ini bukannya berbenah dan memperbaiki lini pertahanan malah semakin kehilangan fokus. Selang 4 menit kemudian, gol kedua Malaysia yang disebabkan terbukanya ruang dikotak penalti menjadi bukti. Tak ayal, teriakan suporter Malaysia pun menggema ke seantero stadion termegah di Asia Tenggara itu membungkam suara Garuda di Dadaku.

Pesta ternyata belum usai hingga Safee menutupnya dengan kembali menjebol gawang Markus di menit 71. Tuntas sudah pembalasan dendam Malaysia dari kekalahan 5-1 atas Indonesia saat babak penyisihan grup di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) beberapa waktu lalu. Ekspresi puas sontak ditebar para pemain Malaysia di hadapan 80 ribu lebih pendukungnya. Malaysia larut dalam gegap gempita kemenangan sedangkan Indonesia pulang membawa sejumlah pekerjaan rumah yang mesti segera diselesaikan.

Meski peluang masih terbuka lebar pada pertandingan leg kedua di Stadion Gelora Bung Karno 29 Desember nanti, hasil ini cukup memperberat langkah timnas Indonesia menjuarai Piala AFF untuk pertama kalinya. Mau tidak mau pasukan Garuda wajib melesakkan minimal 4 gol tanpa balas agar bisa keluar sebagai pemenang. Sungguh tidak mudah.

Tak hanya itu, kekecewaan berjuta rakyat pendukung timnas Indonesia juga mustahil ditutupi. Namanya juga pendukung, tentu berharap tim favoritnya memenangi pertandingan. " Emang sih kita belum sepenuhnya kalah karena masih ada satu kali laga lagi di Indonesia,kita tetap dukung dan optimis tapi soal kecewa itu pasti " tutur Niko, salah satu suporter asal Jakarta yang bekerja di Selangor,Malaysia.

Kecewa lantaran kalah dari Malaysia mungkin tidak lebih menyakitkan daripada kecewa karena perlakuan manajemen sepak bola di negeri sendiri. Calon suporter tuan rumah harus menelan dua kali pil pahit sebagai akibat dari tidak profesionalnya PSSI mengatur sistem pembelian tiket. Antrian panjang berjam-jam dari Subuh hingga Subuh lagi itu sudah jadi hal biasa yang dimaklumi para suporter tapi jika loket antrian tidak kunjung dibuka pada waktu yang telah dijanjikan,apalagi mendekati hari H pertandingan, haruskah mereka menganggapnya wajar?Belum lagi harga tiket yang melambung tinggi dengan alasan mencegah terjadinya penumpukan penonton (udah kaya mudik lebaran aja) di Stadion GBK. Padahal, bisa jadi itu hanya alasan kamuflase semata demi keuntungan bisnis.

Buktinya, ribuan calon suporter yang datang dari seluruh penjuru Indonesia tetap keukeuh ingin membelinya. Bahkan, jumlahnya membludak drastis.Berapapun harga tiketnya, mereka rela antri untuk bisa membeli. Tak peduli panas dan hujan, dengan sabar mereka masuk dalam antrian. Tak ada alasan apapun kecuali hanya ingin duduk di tribun stadion mendukung timnas Indonesia,ikut memerahkan Gelora Bung Karno, menunjukkan nasionalismenya. Hanya itu.

" Saya kesini jauh-jauh dari Makassar bersama keluarga dan teman-teman khusus untuk mendukung timnas Indonesia tapi kok begitu sampai Jakarta, kami malah kesulitan mendapat tiket, tidak cuma tersiksa antrian panjang saja tapi juga loketnya terlambat dibuka sampai sore " ungkap Andi Raharja, salah seorang suporter yang akhirnya tidak kebagian tiket kategori III.

Senada dengan Andi, Asep, suporter asal Bandung ini juga mengeluhkan rumitnya proses penjualan tiket yang dinilainya tidak efisien. " Kalau tiket final ini beda dengan babak sebelumnya, jauh lebih  ribet. Kita nggak hanya antri aja untuk beli tapi juga mesti menukarkan voucher segala di H-1. Jadi, setelah bayar, kita baru dapat voucher yang nanti bakal ditukar dengan yang asli. Antrinya jadi dobel kan? " katanya kesal.

Entah apa maksudnya manajemen PSSI mempersulit suporter yang berniat membeli tiket resmi hingga berbuntut kericuhan Sabtu (25/12) lalu. Yang jelas, kekalahan 3-0 dari Malaysia  di Stadion Bukit Jalil menunjukkan bahwa kehadiran mereka memiliki pengaruh besar dalam menguatkan mental pemain. Malah ada yang sampai menahbiskan mereka sebagai pemain ke - 12 dibelakang kiper.

Memang tak berlebihan jika ada yang menyebut demikian. Pasalnya, dari 5 kali main di kandang sendiri, dengan dukungan penuh 88 ribu suporter fanatik, Indonesia selalu meraih poin penuh alias tidak pernah kalah. Kondisi sebaliknya justru terjadi di final leg pertama yang dihelat distadion lawan dimana tuan rumah hanya memberi jatah 15% kursi pendukung Indonesia. Imbasnya, nyawa merah putih seakan tenggelam dilautan biru kuning pendukung Malaysia.

Kondisi pertama kalinya bermain tandang ini rupanya membuat para pemain didera nervous, apalagi ditambah dengan berbagai tekanan baik dari permainan lawan hingga ulah tidak sportif suporter tuan rumah. Mental mereka jatuh hingga menimbulkan kekacauan fokus yang berakibat sangat fatal, kecolongan 3 gol sekaligus.

Kekalahan ini seyogyanya menjadi pelajaran berharga khususnya bagi manajemen PSSI yang sering meremehkan suporter dengan minimnya bentuk pelayanan serta carut marutnya sistem yang berlaku selama ini. Buka mata anda saat Garuda diterkam habis Harimau Malaya. Lihat..mereka tak berdaya tanpa puluhan ribu suporter yang biasanya memerahkan GBK dan menyanyikan lagu Garuda di Dadaku. Dan lihat..betapa kehadiran suporter lawan mampu memberikan tekanan hingga sang harimau mengganas melukai sayap garuda dan membuatnya tersungkur.

Jika tak ingin menyebut faktor suporter yang jadi biang kekalahan, maka mental pemainlah yang jadi kunci kemenangan. Tanpa mental juara, sampai kapanpun timnas Indonesia akan gagal meraih sukses. Dan selama mental juara ini belum dimiliki, wajar rasanya jika jutaan pendukung Indonesia ditempatkan sebagai motivator utama bagi para pemain yang tidak sekedar berteriak INDONESIA atau bernyanyi Garuda di Dadaku saja tapi juga membakar semangat merah putih dalam jiwa mereka.

Lupakan kekalahan pahit kemarin lusa. Tak usah lagi saling hujat ini dan itu. Tak perlu membalas ulah suporter Malaysia yang tidak sportif.  Kini saatnya bangkit dan berbenah diri. Harapan itu masih ada, gelar juara pun didepan mata. Hanya perlu 4 gol tanpa balas untuk mewujudkan mimpi kita semua, menjadi yang terbaik se-Asia Tenggara. Khusus bagi PSSI, hentikan segala arogansi anda terhadap para suporter sebab tanpa teriakan, nyanyian, yel-yel, juga seragam merah putih mereka, Garuda Indonesia tak bisa kepakkan sayapnya jauh lebih tinggi. Sedangkan bagi kami semua suporter timnas Indonesia, Stadion Gelora Bung Karno akan jadi saksi bahwa garuda tetap di dadaku, tak peduli menang atau kalah..
  

sumber foto : teras-info.blogspot.com/2010/12/dukungan-fans-indonesia-menuai.html
    

Rabu, 10 November 2010

Obama : Ke Jakarta Aku Kan Kembalii..(membawa bukti)

Sudah sejak 2 hari ini (9-10 November 2010), Jakarta dibuat semakin sibuk dengan kedatangan Barrack Obama, Presiden Amerika Serikat ke-44 yang menghabiskan masa kecilnya di Menteng Dalam, Jakarta Pusat. Tak pelak, kemacetan berlipat ganda pun harus dialami warga ibukota akibat penutupan sementara beberapa ruas jalan yang dilewati oleh Obama beserta rombongan.Namanya juga tamu negara, tentunya wajib dihormati. Tamu negara yang satu ini sungguh unik karena merupakan Presiden Amerika Serikat pertama keturunan Afro-Amerika dan pernah tinggal serta menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Sangat istimewa, bukan?

Saking istimewanya, pemberitaan tentang bencana Wasior, Mentawai, dan Merapi yang akhir-akhir ini meramaikan headline media massa mendadak tenggelam digantikan dengan cerita kunjungan Obama ke negeri ini (padahal cuma 19 jam doang,loh). Pejabat-pejabat tinggi negara juga tak kalah heboh karena asyik menghadiri jamuan makan malam bersamanya. Bahkan, kayak kena amnesia sesaat terhadap ketiga bencana itu. Belum lagi aksinya Bu Mega yang secara tak terduga, hadir dalam acara jamuan makan malam tersebut. Si Ibu fans beratnya Obama, kali ya?Hehehe..

Nah, dari sekian banyak cerita istimewa dibalik kedatangannya itu, ada satu sisi menarik (paling menarik menurutku) ketika beliau menyampaikan kuliah umum di Balairiung UI seusai mengunjungi Mesjid Istiqlal, pagi tadi.

Obama memulai kuliah umum tepat pukul.09.30, lebih cepat 15 menit dari jadwal semula. Dia mengawalinya dengan senyum dan sapaan lewat bahasa Indonesia yang fasih, “ Selamat Pagi. Assalamualaikum.Salam sejahtera.Pulang Kampung, nih “ . Sontak saja seisi Balairiung UI yang dipenuhi sekitar 6.000 peserta itu riuh ramai dibuatnya. Belum selesai keriuhan mereda, ia kembali mengucapkan sebuah kalimat, “ Indonesia bagian dari diri saya “. Bisa anda bayangkan sendiri betapa bergemanya seisi Balairiung UI mendengar kalimatnya itu.

Walaupun terdengar singkat, sebuah kedekatan personal mampu diciptakan Obama di hadapan jutaan pasang mata rakyat Indonesia yang menonton pidatonya. “ Indonesia bagian dari diri saya “ secara eksplisit bermakna bahwa nilai-nilai kemanusiaan, toleransi, dan keberagaman yang ada di Indonesia sangat membekas dalam dirinya. Ia ada dan tumbuh bersama Indonesia, merangkul ratusan juta rakyat Indonesia untuk maju membangun Indonesia yang lebih baik. Sungguh kalimat yang menyejukkan hati dan manis dinikmati.Bangga sekali mendengarnya. Eh, tapi ente nggak lagi nge-gombal kan, Om Obama?

Itu baru salam pembuka-nya saja. Masuk ke inti pidato, Obama semakin memukau dengan berkali-kali menyebut ‘Pancasila’ dan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ sebagai suatu landasan yang patut dicontoh oleh dunia. Dia menekankan betapa demokrasi mampu menyatukan keberagaman yang ada di Indonesia. Dia datang membawa harapan baru bagi Indonesia tentang pembangunan, perdamaian, persatuan, dan toleransi antar umat beragama. Secara garis besar, beginilah bunyi janjinya : mempererat hubungan diplomatis antar kedua negara dan memperkuat hubungan kemitraan antar keduanya dalam segala bidang. Janji itu disampaikan penuh semangat dan optimistis.

Wajar saja jika ribuan peserta yang hadir seakan tersihir oleh spirit Obama yang bak angin surga itu. Apalagi saat Obama melanggar aturan Secret Service (paspampres-nya Amerika) untuk turun panggung dan menyalami peserta yang ada di barisan depan. Dia semakin mencuri hati jutaan rakyat Indonesia yang terbengong-bengong menyaksikan aksi langka tersebut.Yah..sebelumnya di Indonesia mana ada sih Presiden Amerika yang mau repot-repot salaman selama 5 menit sama peserta kuliah umumnya, ya kan? Salut deh.

Kini, setelah Air Force One membawa Obama pergi meninggalkan Indonesia siang tadi, rakyat tinggal menunggu realisasi janji-janji Obama yang dituangkannya dalam ‘comprehensive partnership’. Tak perlu banyak memaknai kunjungannya ke Mesjid Istiqlal dan sikapnya saat memberikan kuliah umum di UI. Doakan saja semoga itu memang tulus dari hati seorang Obama, anak Menteng yang kembali ke Indonesia sebagai Presiden Amerika Serikat, negara adidaya yang kebijakan pemerintahannya, terutama terhadap negara-negara muslim Timur Tengah, kontroversial. Jangan banyak berprasangka buruk dulu gara-gara cuma sehari doang mampir kesini. Berbaik sangka-lah terhadapnya. Cobalah percaya “ Indonesia bagian dari diri saya “.Dia berhak menjadi kesan tersendiri di hati rakyat Indonesia yang tiba-tiba terkena virus Obamania. Dan virus ini tentu akan lebih ganas lagi jika ia datang kembali membawa bukti nyata, bukan janji-janji semata, apalagi angin surga belaka.Mari kita berdoa bersama.

Kamis, 21 Oktober 2010

Seksinya Si Mbak Piar..Aw..Aw..Aw

Minggu lalu aku kebagian jatah liputan di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Biasa, review soal bar & resto. Aku cukup bersemangat hari itu (tumbeeennnn…) karena tempat yang akan aku datangi, menurut referensi teman-teman sih, unik dan asik. Maka berangkatlah aku bersama fotografer, namanya Satria, kesana menggunakan fasilitas mobil kantor.

Sebenernya bukan letaknya yang sulit dijangkau (orang persis di depan Hotel Grand Flora koq) tapi karena nggak ada papan nama atau plang yang menandakan bahwa itu adalah tempat yang kumaksud, jadilah agak ribet tanya sana-sini. Iyalah..meski aku tahu pasti alamatnya bener tapi kalo nggak ada plangnya, yaa..aku juga jadi ragu-ragu. Jadi, biar nggak salah dan malu-maluin, baiknya tanya dulu deh.

Setelah dapat dipastikan, aku pun memasuki tempat itu. Hmm…cukup kagum juga aku melihat setingan interior yang terbuat dari bahan-bahan daur ulang. Bayangin aja, sempet-sempetnya gitu kepikiran untuk bikin kursi dari krat bekas minuman ringan, lampu dari bekas botol bir, atau asbak dari kaleng softdrink. Udah gitu, uniknya lagi, bangunannya nggak tersusun dari tembok atau batu bata melainkan dari bekas 4 buah kontainer dijadiin satu. Wajar dong kalo aku jadi norak bin kagum?hehehe..Secaraa yaa di Jakarta mana ada tempat kaya begini.

Singkat cerita, aku disuruh menunggu terlebih dahulu oleh waitress disana sebelum bertemu dengan seseorang yang akan aku wawancarai (baca : Mbak Piar). Tak berapa lama muncul-lah seorang wanita berpenampilan seksi (teramat sangat :D), tak terlalu tinggi, dan berwajah cukup cantik.

” Hai, Mba Firda ya? “ sapanya ramah bahkan teramat sangat ramah (hampir lebay ramahnya). Aku pun hanya membalas sapaannya singkat sambil tersenyum. “ Kita mulai aja yuk interview-nya “ katanya dengan nada centil.

Jadilah aku mulai cerewet tuh tanya segala macem tentang tempat ini. Nah, lagi asyik-asyiknya ngobrol, nggak sengaja aku melihat suatu pemandangan yang tidak lazim. Bra (sorry..) Si Mbak Piar-nya tersingkap dibalik dress mini yang bagian atasnya terbuka sangat lebar. Opss..OMG! Ga cuma kesingkap separuh aja tapi juga hampir semua bagian dadanya habis kebuka. Kalo aku boleh nebak, ukuran bra-nya sekitar 36 B. Kebayang dong betapa somlehoy-nya wanita ini. Ckckckck..

Aku, meskipun sesama wanita, tetep aja merasa risih dan salah tingkah berada didepannya. Mau negor, aku nggak enak karena dia semangat banget ceritain tempatnya, nggak negor juga gimana.Aku hanya bisa mengisyaratkan ekspresi wajahku yang bingung. Tapi, bukannya suudzon nih ya, masa sih dia nggak ngerasa kalo baju bagian atasnya terbuka sangat sangat lebar? Nggak berasa gitu ada angin semriwing masuk ke dadanya?Yaudahlah ya mungkin dia emang beneran nggak sadar.

Aku pun coba kembali fokus dengan pertanyaan-pertanyaanku, masih dengan perasaan yang teramat risihnya. Di tengah obrolan, Si Mbak-nya ijin mau kedalem dulu, mau ambil sesuatu katanya. Dia pun beranjak dari sofa dengan kondisi baju bagian atasnya terbuka dan super minim dibagian bawah. Begitu dia pergi, Satria menghampiriku dan berkata,

“ Fir, itu cewek seksi banget ya?Sadar nggak sih dia kalo buah dadanya lagi jadi pusat perhatian? ” tanyanya.

Pikiran Satria nggak jauh beda sama pikiranku. Ku jawab santai, “ Nggak tau juga ya dia sadar apa nggak, tanya aja langsung sama orangnya “ celetukku.

Selang beberapa waktu, Si Mbak Piar kembali, kali ini dia agak merapihkan bajunya, yaa..mendingan sedikit deh, tapi giliran bagian bawahnya yang terangkat cukup ekstrim. Wah..wah..aku semakin tidak nyaman dengan itu, entah dengan Satria yang duduk persis didepannya (posisiku bersebelahan dengan Mbak Piar). Sejenak aku tetap berkonsentrasi dengan daftar pertanyaanku walau berasa risih banget. Kulirikkan mataku kearah Satria, tampak ia sedang asyik membidik kamera sambil sesekali mengintip paha mulus Si Mbak Piar.

Saat sedang berapi-apinya ia menjelaskan keunggulan tempat, ehh..baju bagian atasnya terbuka lagi..kali ini lebih syurrr… Aku berusaha kasih isyarat ke dia kalau bajunya terbuka tapi rupanya ia tak sadar atau pura-pura tak sadar. Udah deh aku semakin nggak nyaman aja dibuatnya. Buru-burulah aku menyelesaikan wawancaraku dan bergegas pergi dari tempat itu. (Giliran Satria deh menggerutu, “ Huhh..ngapain sih buru-buru banget? Kan jarang-jarang tuh dapet pemandangan alamiah begitu!” umpatnya) He?Pemandangan alamiah?Iye enak di elo nggak enak di gue yeee secara gue juga cewek gitu..berasa malunyaaa, kataku dalam hati.

Dalam perjalanan pulang, Satria kembali membahas soal kejadian tadi.

“ Fir, gila ya tu cewek, paraahhh abiss!Menurut lo dia ngerasa nggak sih kalo bra-nya nantangin? “ ujarnya.

Aku rada-rada bingung juga mau jawab apa. Dibilang nyadar tapi koq ngebiarin, dibilang nggak sadar juga mustahil.

“ Nggak tau deh nyadar apa nggak, mungkin nggak sadar kali “ jawabku.

“ Masa nggak nyadar sih, ah..rata-rata yang namanya PR (humas) emang gitu sih, mesti keliatan menarik, tapi yang ini sih, terlalu menarik, semok, seksi, aduhai, gile bener “ timpal Satria.

Sejenak aku merenungi celotehan Satria tentang profesi si Mbaknya sebagai PR sebuah bar & lounge. Apa iya seorang PR perusahaan(khususnya resto, bar, dan lounge) harus berpenamilan segitu seksi bin menariknya untuk men-treat tamu atau wartawan? Aku yang kebetulan kuliah di sekolahannya PR tentu saja mengelakkan pernyataanku sendiri. Tapi fakta di lapangan berkata lain. Sebagai seorang jurnalis, tentu saja aku selalu berhubungan dengan mereka berkaitan dengan berita yang mau aku tulis. Dan sebagian besar PR yang aku temui berpenampilan aduhai seksi somlehoy.

Berdasarkan pengetahuan yang aku dapat waktu kuliah, seorang PR memang wajib menjaga penampilannya karena ia membawa citra perusahaan. Dia yang ada di garda depan sebuah perusahaan, terlebih bila perusahaan itu kena masalah. Tapi pertanyaannya adalah haruskah yang namanya menjaga penampilan itu tadi diwujudkan dalam cara berpakaian yang menurutku berlebihan? Persepsi ‘seksi’ tiap orang kan beda-beda. Be sexy its ok dan aku setuju jika setiap wanita ingin tampil seksi sekaligus cantik. Bagiku, sexy is not bitchy.

Sebenernya nggak penting juga sih ngurusin Si Mbak-nya itu. Mau dia pake rok super mini atau baju yang cuma nyisain seperempat bagian buah dadanya juga terserah dia. Aku merasa kasihan aja sama Mbak-Mbak lainnya yang memiliki profesi serupa tapi menjaga penampilannya tetap sopan. Citra profesinya jadi tercemar cuma gara-gara satu atau beberapa orang PR yang nggak betah pake baju menutupi paha dan dada. Lihat aja gimana Satria berkomentar, profesi PR-nya kan yang dibawa-bawa?Aku tentu saja nggak mau menyalahkan Satria yang punya pendapat seperti itu, setiap orang kan berhak punya pendapat masing-masing. Mungkin juga dia (dan aku) udah terlalu sering menemukan PR yang modelnya begitu.

Selain kasihan sama citra profesi (harap maklum,lulusan almamater kampus PR terkenal), aku juga nggak kalah kasihan sama Si Mbak cantik itu. Tubuh mulusnya jadi komoditas pria-pria yang ia temui. Ya Satria, pegawai restonya, belum lagi kalau dia pergi ke tempat terbuka, wah..makin banyak aja deh yang menikmati keindahan tubuhnya.Hehe..


Mungkin dia merasa bangga bisa memamerkan body-nya yang membuat para pria menelan ludah sambil melotot itu. Mungkin juga dia senang mendapat pujian, “ Wah..dahsyat benar ya payudaramu “ atau, “ Wow, pahamu mulus banget ya “. Hmm..eh, tapi kira-kira dia bakalan senang juga nggak ya kalau ada cowok iseng yang bilang, “ Colek dikit ah, neng “ sambil nyenggol payudaranya?Kalau seneng, yaahh..mungkin dia bakal bilang, “ Boleh bang asal cukup ongkosnya “ hehe..mungkin loh..baru mungkinn.Nah, kalau dia nggak seneng dan malah marah, siap-siap aja dapet celetukan, “ Lah, jangan salahin kite dong, kan situ yang ngasih liat “ hehehe..

Yah..semoga Si Mbak Piar yang aku temui memang benar-benar tak menyadari kalau ‘aset’nya telah dikonsumsi setidaknya oleh 10 orang pria di dalam sana. Jika benar itu yang terjadi, maafkan aku juga ya Mbak karena isyarat mata dan ekspresi wajahku tidak mampu menyadarkanmu. Pun dengan bibirku yang tiba-tiba saja kelu disuguhi shock terapi macam itu.

“ Woiii Firr..udah nyampee..bengong aje lu! “ teriak Satria membuyarkan lamunanku.

Kamis, 07 Oktober 2010

Kisah Tentang Kamera, Si Punux, dan Soto Kudus

Liputanku kali ini terbilang garing alias jayus abis. Tapi, meskipun garing, mudah-mudahan rasanya tetap enak dinikmati oleh anda yang membacanya. Begini ceritanya (kaya prolognya Kismis (Kisah Misteri), pernah noton acaranya kan?kalau nggak salah ditayanginnya di RCTI..hehe). Senin, 4 Oktober 2010, pukul 13.00, aku bergegas menuju Jalan Waluya 1 No.25, Kebayoran, Jakarta Selatan (alamat ini bukan palsu, hanya disamarkan.hehe)menumpang mobil kantor yang disopiri Pak Hamid. Sebelum kesana, aku mampir sebentar ke Grand Indonesia untuk mengembalikan buku sakti-nya sebuah brand pakaian ternama. Harusnya sih buku itu nggak boleh sampai ke pihak luar, terutama aku yang notabene-nya kerja di media massa. Berabe kan kalau bocor?Ahh..untungnya aku bukan tipe wartawan yang ember, bocor sana sini. Jadi, ‘rahasia’ perusahaan itu tetap aman ditanganku. Lagipula, aku hanya menjadikan buku itu sebagai referensi terpercaya (mirip tagline-nya koran rajawali biru..hehe) agar aku tidak salah menyampaikan informasi, bukan untuk disalahgunakan macam-macam. Kebetulannya lagi ( atau emang sengaja pengen narsis), justru si humasnya yang kasih pinjam buku itu, bukan aku yang memintanya. Nah, cerita tentang si humas nekat ini lain kali aku ceritakan. Sekarang aku lanjutkan dulu cerita liputanku ini. 

Begitu selesai urusan di Grand Indonesia, aku siap meluncur ke tempat tujuan utamaku tadi. Belum lama aku masuk mobil, hape bututku berdering, tertera nama Ibon, fotografer kawakan koran rajawali biru. “ Fir, ke Jalan Waluya itu naik angkutan nomor berapa ya? “ tanyanya. “ Wah, aku juga nggak tahu naik apa makanya aku minta mobil kantor, Bang Ibon dimana nih? “ kataku balik bertanya. “ Aku lagi di bank dulu nih bayar utang, gimana nih ya? “ sahutnya makin bingung. Mendengar nada Bang Ibon yang tampak harap-harap cemas, segeralah aku berinisiatif untuk mengajaknya ikut bersama kami. “ Bang Ibon mau bareng aja nggak?Aku tunggu di HI ya “ ujarku. Dengan nada lega Bang Ibon pun mengiyakan tawaranku. Akhirnya kami sepakat janjian disekitar Bunderan HI, tempat tongkrongannya wartawan dan fotografer ibukota.

Meski aku dibekali kamera Nikon seri jadul yang dipinjami kantor, aku selalu mengajak fotografer hampir kemanapun aku bertugas. Tentu ada alasannya. Selain hasil jepretan mas-mas fotografer yang jauh lebih bagus (maklumlah,aku ini biasanya jadi model tok, ndak ngerti kamera.hehe), kehadiran mereka membuat keselamatan diriku agak terjamin (jaminan pasti kan cuma dateng dari Tuhan). Lho??Keselamatan terjamin?Yups. Gara-gara sebuah kamera, aku hampir saja celaka. Saat itu aku dituduh sebagai mata-mata polisi oleh seorang ‘buronan’ yang kebetulan sedang mengadakan lobi-lobi bawah tanah di sebuah restoran tempatku liputan. Cerita lengkapnya nanti saja ya. 

Bicara soal teman-teman fotograferku, Bang Ibon termasuk yang paling senior (lagi-lagi) di koran rajawali biru tempatku bekerja. Tampilan luarnya ‘menyeramkan’. Rambut gondrong sebahu, sesekali diikat kuda, celana jins robek-robek, kulit hitam, lengkap dengan aksesori lainnya mcam gelang dan jam tangan. Gayanya rock n roll. Apalagi kalau dengar suaranya yang lantang, pastilah ia bertambah ‘seram’. Maklum saja, Bang Ibon berasal dari suku Batak yang terkenal dengan gaya bicara meledak-ledak bak petasan. 

Aku dan Bang Ibon termasuk tim yang kompak, bisa saling mengisi dan mengerti. Memang udah seharusnya hubungan antara reporter dan fotografer terjalin harmonis. Pernah suatu kali terjadi kesalahpahaman antara aku dan dia. Dia marah besar (udah pernah liat orang Batak marah?mudah-mudahan jangan.Sereemm banget). Marahnya hanya sebentar tapi cukup membuat jantung mau copot, mungkin karena logat bicaranya yang udah dari sananya begitu. Lantas aku pun minta maaf padanya. Dia maafkan dan kami kembali akur. Begitulah sosok Bang Ibon. Meski gayanya cuek, dia seorang pemaaf dan dewasa. Sebagai rekan kerja, dia kawan yang baik dan dapat diandalkan. Bahkan, aku menganggapnya sebagai kakak. 

Setelah hampir 45 menit menunggu, orang yang baru saja kuceritakan tadi muncul juga. Tak banyak basa-basi, Pak Hamid langsung tancap gas menuju Kebayoran. “ Kita mau ke tempat apa sih, Fir? “ tanya Bang Ibon membuka percakapan. “ Aku juga belum tahu pasti Bang, yang jelas ada dining-nya, lounge, dan bar “ jawabku singkat. “ Wah, berarti makan-makan dong, ya? “ tanyanya lagi. “ Hmm..yaa begitulah “. “ Kebetulan nih aku laper banget belum makan daritadi “ katanya. Aku pun mengamini pernyataan Bang Ibon itu. Nasib kami sama, sama-sama belum makan dan berekspektasi tinggi bisa liputan sambil makan siang. Pak Hamid yang mendengar obrolan kami hanya senyum-senyum saja sambil sesekali berkomentar tentang kepadatan lalu lintas ibukota yang semakin parah. “ Jakarta makin parah aja ya, Mba?Oiya, ngomong-ngomong enaknya kita lewat mana ya? “ ujarnya. Karena aku juga nggak tahu persisnya Jalan Waluya itu dimana maka aku lemparkan pertanyaan itu ke Bang Ibon, mungkin dia tahu. “ Lewat SCBD aja, Pak, tembus Senopati, lebih deket kayanya “ jawab Ayah satu orang anak ini. “ Oke Bang Ibon “ sahut Pak Hamid. 

Mobil pun melaju melewati kawasan SCBD. Agak tersendat tapi tak begitu parah. Selang 30 menit kemudian, kami sudah memasuki daerah Jalan Waluya. Namun, gara-gara Bang Ibon yang sok tahu, jadilah kami sempat berputar-putar akibat salah arah. “ Nah, ini baru bener nih arahnya “ kata Pak Hamid. “ Iya Pak, sorry tadi salah liat “ timpal Bang Ibon. Arah yang dituju sudah benar kini tinggal mencari letak persisnya yakni tempat, rumah, atau gedung nomor 25. Aku celingak celinguk ke kiri dan kanan tapi tak kunjung menemukan tempat yang dimaksud. “ Wah, koq nomor 25-nya nggak ada ya? “ kataku ketika kami sudah hampir diujung perempatan lampu merah arah Mampang. “ Iya nih, kita coba muter lagi ya kayaknya sih kelewat“ ujar Pak Hamid berusaha menenangkanku. Akhirnya setelah dicari sampe muter-muter segala, kami sampai juga di tempat tujuan dengan selamat (pfiuuhhh..). 

Aku memastikan kembali alamatnya.Yup benar disini, Jalan Waluya 1 No.25.Eh, tapi koq dari luar kelihatan sepi-sepi aja padahal setahuku (berdasarkan informasi dari mbah gugel), tempat ini menyediakan fasilitas dining, lounge, dan lain-lain yang mestinya sih, ramai mobil parkir di pelatarannya. “ Fir, bener nih tempatnya disini?Koq sepi banget ya, apa yang mau dipotret nih? “ tanya Bang Ibon kebingungan. Aku yang ditanya juga sama bingungnya. Lah koq sepi-sepi aja nih tempat. Apalagi ditambah dengan adanya papan kecil bertuliskan TUTUP, aku jadi makin bingung. Daripada kelamaan bingung, aku pun segera mengeluarkan hape bututku dan menekan nomornya Mbak Tini (nama samaran, red), si humasnya Punux (sebut saja nama tempat ini begitu, maaf lagi-lagi samaran nih.hehe). “ Halo Mbak Tini, aku udah didepan nih, tapi koq tutup ya, mba ? “ tanyaku polos. “ Oh iya, mbak memang baru buka jam 5, yaudah nggak apa-apa langsung masuk aja, tadi aku udah notify koq sama orang di depan“ jawab Mbak Tini santai. 

Hah?Baru buka jam 5 sore? Aku melihat jam tanganku, baru menunjukkan pukul 14.45. Jam 5 sore aja baru buka, berarti rame orangnya sekitar abis Maghrib dong? Pikirku. Jujur aja, aku nggak enak sama Bang Ibon karena nggak mungkin motret suasana di keadaan tempat yang belum buka. Sementara kalau untuk nunggu sampai rame, wasting time juga. Belum lagi kalau Bang Ibon dapat telpon dadakan dari kantor untuk mengejar liputan lainnya. Meminjam judul lagunya Bondan feat Fade 2 Black, aku bergumam dalam hati, ya sudahlah. Terlanjur basah (kali ini lagunya Alm.Meggy Z) udah nyampe disini, yaa..hadapi sajalah.

“ Baru buka jam 5 sore bang ternyata “ kataku memecah keheningan. “ Hah?terus gimana?apa yang difoto nih? “ tanya bang Ibon. “ Udah liat nanti aja di dalam, paling foto makanan sama setting aja “ jawabku. Aku dan Bang Ibon turun dari mobil. Di halaman tempat itu tidak ada siapa-siapa kecuali seorang lelaki setengah baya yang sedang membersihkan dedaunan. Segera aku sapa. “ Pak, maaf permisi, saya mau ketemu dengan Mbak Tini, tadi udah janji, kami dari koran rajawali biru, Pak “ “ Oh, kalau gitu masuk dari pintu samping aja, mari saya tunjukkan “ katanya ramah.  

Kami berdua mengikuti si Bapak dari belakang. Yang tampak hanya ruangan kosong berukuran cukup luas. Dekorasinya mewah sih dengan mengaplikasikan gaya Victorian yang klasik dan elegan tapi karena keadannya kosong melompong, rasanya jadi aneh aja berada di tempat itu. Ruangan luas itu terbagi lagi ke beberapa ruang lainnya, semacam ruang meeting.Kami dipersilakan menunggu di salah satu ruangan. Dilihat dari jumlah kursinya, ruangan ini bisa menampung sekitar 6 – 8 orang. Lengkap dengan kamar mandi dan pendingin ruangan yang saat aku berkunjung kesana sama sekali tidak terasa semriwing dinginnya (gara-gara baru buka jam 5 kali ya). Alhasil meski ruangan itu terkesan mewah serta artistik, aku agak pengap dan kegerahan juga. Untung saja ada sebuah kaca Victoria berukuran besar yang terpasang di salah satu sisinya sehingga memberi kesan yang lebih lega. 

Tak beberapa lama menunggu, seorang wanita menemui kami. Dialah Mbak Tini yang tadi ku telepon. “ Hai, apa kabar? Aku Tini “ sapanya ramah. Kami pun membalasnya singkat. “ Gimana tadi sempat nyasar nggak ? “ tanyanya basa basi. “ Iya, Mbak. Tadi sempat muter-muter. Emang banyak yang nyasar ya kalau mau kesini ? “ sindirku. Dengan nada bangga, Mbak Tini pun berujar, “ Oh,iya banyak juga yang nyasar, Mbak. Mungkin karena letaknya agak terpencil kali ya, eksklusif, jadi suka nggak kelihatan dari luar. Biasanya sih kalau malam dipasang semacam lampu natal jadi orang ngeh “ katanya. Wew..sebenernya sih tempat ini letaknya di pinggir jalan raya yang gampang banget dijangkau tapi sayangnya papan nama Punux ditaruh membelakangi mobil-mobil yang jalan searah jalur dengannya. Ditambah lagi, warna dari papan tersebut juga tidak eye catching sehingga wajarlah banyak orang yang nyasar dulu sebelum sampai kesini (kecuali yang sering nongkrong disini loh ya). 

Selesai dengan obrolan basa-basi itu, aku pun mulai mewawancarai Mbak Tini. Sementara Bang Ibon hanya nimbrung saja tanpa melakukan tugasnya sebagai fotografer, tepatnya lebih banyak diam bak patung. Suaranya mulai terdengar kembali saat aku bertanya soal harga paket photo shot disini. Mbak Tini mengatakan harga sewa tempat untuk pre wedding photo shot misalnya, per jam dikenakan biaya Rp.1 juta. “ Hah?Disini 1 juta Mbak per jamnya? “ tanya Bang Ibon setengah kaget. “ Iya sudah termasuk ruang ganti “ jawab Mbak Tini. Bang Ibon hanya senyum-senyum saja, tapi senyumnya menyiratkan sesuatu, yah apalagi kalau bukan harga sewanya yang kemahalan (untuk ukuran tempat yang nggak gitu bagus kaya gini). 

Aku lantas melanjutkan wawancaraku. Dari wawancara itu aku baru tahu bahwa tempat ini dulunya adalah bekas klub & lounge yang cukup terkenal dikalangan dugemers (sebutanku untuk mereka yang doyan dugem.hehehe). “ Owner-nya sama tapi konsep tempatnya aja yang agak berubah, lebih elegan dan klasik “ kata Mbak Tini menjelaskan. Apa sih konsep barunya? “ Kalau sekarang lebih pada venue, lounge, and dining. Jadi, kami menyewakan tempat yang bisa digunakan untuk segala occasion, kebanyakan sih private party “ lanjut wanita berbulu tangan lebat ini. Private party ini emang lagi happening banget terutama di kalangan artis dan pejabat. Nggak heran deh kalau akhirnya sekarang banyak bermunculan tempat-tempat kaya gini. 

Mbak Tini kemudian menjawab panjang lebar pertanyaan-pertanyaanku tentang si Punux. Nah, ada yang menarik ketika aku tanyakan soal waktu operasional. Begini jawabannya, “ Kami buka hanya 4 hari dalam seminggu dari hari Rabu hingga Sabtu, dari jam 5 sore sampai jam 1 pagi, kalau weekend ya bisa lebih dari itu tutupnya “ tutur Mbak Tini. Mendengar jawaban itu, lagi-lagi Bang Ibon buka suara. “ Sekarang hari Senin berarti tempat ini tutup dong ya, Mbak? “ tanyanya lugas. “ Iya kalau sekarang tutup, cuma office-nya aja yang masuk “ kata Mbak Tini polos. Aku lebih shock lagi. Duh, bisa-bisanya ketemu humas model begini yang nggak ngerti kebutuhan liputan media. Gimana aku bisa wawancara pengunjungnya kalau tempatnya tutup? Gimana aku bisa lihat crowd-nya? Terlebih aku juga semakin nggak enak ngajak Bang Ibon karena percuma aja, ngga ada momen atau aktivitas yang bisa dijepret. Akhirnya, mungkin karena Bang Ibon emosi, dia langsung minta dokumentasi dari sang humas. “ Mba, kalau gini ceritanya, aku minta dokumentasi dari sini aja bisa, nggak? Soalnya percuma, nggak ada aktivitas disini, gambarya bakal mati “ terang Bang Ibon. “ Hmm..gimana ya, dokumentasinya semua ada di bosku, sekarang beliau masih di Hongkong, apa nggak diambil aja gambarnya sekalian? “ ujar Mbak Tini setengah memaksa. Pfiuuhh..karena ‘dipaksa’, Bang Ibon pun jadi terpaksa menjepret seadanya saja, yahh..paling cocok untuk rubrik interior. 

Menghadapi kenyataan itu (halaahh..lebay nih bahasanya..hehe), aku jadi kepikiran juga dengan halamanku. Gimana nih kalau nggak ada foto yang bagus?Wah, bisa abis diomelin redaktur deh (di koran rajawali biru, khususnya rubrik yang aku pegang, visualisasi berupa foto merupakan hal yang sangat penting untuk menarik pembaca dan tentu saja, pengiklan). Mereka nggak pegang langsung dokumentasi lagi. Gimana ya? Sedangkan untuk me-rescheduled liputan ini lagi, aku, terlebih Bang Ibon, sudah sangat malas. Aku kemudian coba merayu-rayu agar bisa mendapatkan dokumentasi darinya. Di tengah rayuan gombalku, si Mbak Tini iseng nanya, “ Kira-kira dimuatnya berapa halaman ya liputan ini? “, Bang Ibon spontan jawab, “ Wah, bisa 1 halaman, Mbak. Malah bisa jadi 2 halaman juga, yaa..paling dikitnya, tiga perempat halaman, ya kan, Fir ? “ Aku yang merasa ‘tertodong’ hanya bisa mesam mesem dan berkata, “ Iya “. Eh, tak disangka respon Mbak Tini sungguh mengejutkan. “ Wah, bener nih?Kalau gitu, aku ada koq foto-fotonya, nanti aku kirim “ katanya berapi-api. Kontan saja aku dan Bang Ibon bengong. Lah, tadi katanya dokumentasi semuanya ada di Pak Bos yang lagi ke Hongkong, giliran dikasih tau bisa dimuat minimal ¾ halaman, jawabannya berubah drastis. Hadeuhh..ini orang udah berapa lama jadi humas sih?eror bener. Benarlah pernyataan seorang kawan bahwa publikasi media dengan tujuan narsis menjadi hal prestis dan bombastis. 

Well, nggak lama-lama lagi, kami berdua langsung pamit. Selain dilanda lapar yang teramat sangat, kami juga udah kehilangan mood di tempat ini. “ Kacau deh tu humas. Kamu gimana sih janjiannya pas tempat tutup ? “ cetus Bang Ibon ketika kami kembali ke mobil. “ Aku juga nggak tahu kalau bukanya cuma 4 hari doang, lagian dia yang janjiin buat liputan hari ini, sorry deh Bang “ jawabku cuek. “ Yowislah sekarang kita cabut aja, Pak “ kata Bang Ibon pada Pak Hamid. “ Kita langsung balik kantor atau gimana ? “ tanya Pak Hamid. “ Kita balik kantor sekalian kalau nemu warung makan, kita makanlah. Aku lapar nih pengen makan “ ucap Bang Ibon. 

Pak Hamid langsung mengarahkan laju mobil ke arah kantor di bilangan Kebon Sirih. Di tengah perjalanan, tak jauh dari Punux, kami mampir ke restoran Soto Kudus Blok M. Aku pesan seporsi soto kudus daging ayam + nasi putih, minumnya air putih dan segelas jus alpukat. Hmm..terasa nikmat sekali (mungkin gara-gara kelaparan akut yang melanda). Lebih nikmat lagi, aku tak membayar sepeserpun alias gratis. Pasalnya, sudah ada Bang Ibon yang traktir..hehe..

Total semuanya hampir seratus ribu rupiah. Aku jadi mikir, kalau harga 3 porsi soto kudus plus minumnya aja mencapai seratus ribu, apalagi menu makanan yang tersedia di tempat macam Punux ya, pasti mahal banget. Mungkin, gara-gara mahalnya itu tadi, si humas berbulu tangan lebat itu memilih jadwal liputan saat tempatnya tutup. Khawatir ‘rugi bandar’ jika harus ‘menjamu’ kami. Hehehe..Iyalah, prinsip ekonomi itu mesti ditegakkan bila ingin bisnisnya sukses dan tampaknya prinsip itu sudah diterapkan di Punux. Tinggal satu aja sih harapanku, semoga benar-benar sukses deh..amin..


Selasa, 22 Juni 2010

Gli Azzurri & Mitos Keberuntungan..

Emosiku seketika meledak saat menyaksikan babak penyisihan Piala Dunia 2010 Afrika Selatan di Grup F antara Italia melawan Selandia Baru, kemarin malam (20/6). Betapa tidak, pertandingan baru beberapa menit dimulai Italia –juara dunia 4 kali- sudah kecolongan gol akibat tendangan striker Selandia Baru, Shane Smeltz ke gawang yang dijaga kiper pemula Federico Marchetti. Huuuuuhhhhh..sebagai tiffosi setia aku cukup kesal sekaligus mengamini keraguan banyak orang terhadap performa juara dunia tahun 2006 itu. Italia tak lagi solid sebagai tim yang menganut tradisi sepak bola bertahan alias catenaccio, lansir beberapa media olahraga asing. 

Bersamaan dengan itu, handphone-ku kebanjiran SMS berisi ejekan terhadap Gli Azzurri, pun hal-nya dengan halaman Facebook-ku yang juga kebanjiran ejekan dari postingan komentar teman-teman. Yaa..aku tak peduli. Bagiku, Italia tetap nomor satu di hati. (ceileeee…). Sedang asyiknya aku me-reply comment, tiba-tiba aku dikejutkan dengan aksi Tommy Smith yang menjatuhkan Danielle de Rossi di area terlarang sehingga menyebabkan wasit Carlos Batres (asal Guatemala) menghadiahkan penalti bagi Italia. Vincenzo Iaquinta yang mendapat tugas tersebut pun berhasil mengecoh kiper nomor 1 Selandia Baru, Mark Paston dan kedudukan imbang 1-1. Lewat penalti inilah, kepercayaan diri Fabio Cannavaro dkk mulai bangkit kembali dengan menggencarkan serangan ke gawang Selandia Baru. Aku sebagai penonton juga ikut bersemangat, optimis bahwa Italia pasti mampu. 

Memasuki babak kedua, sang allenatore Marcello Lippi merombak susunan pemain terutama di lini tengah dengan memasukkan Mauro Camoranessi dan Antonio di Natale menggantikan Simone Pepe dan Alberto Gilardino yang tidak bisa menjalankan perannya dengan baik. Masuknya 2 pemain senior ini cukup memberi warna pada ritme permainan Italia yang membosankan di babak pertama. Bersama Riccardo Montolivo, duo playmaker ini berkali-kali mengancam gawang lawan. Namun, apa daya..skor tidak berubah hingga akhir pertandingan. 

Hasil imbang ini sekaligus membuat sang juara bertahan berada diujung tanduk. Mau tidak mau, di laga pamungkas melawan Slovakia, Italia harus meraih poin penuh jika ingin terus melaju ke babak 16 besar. Sebenarnya ada apa denganmu, gli azzurri? Menilik dari pertandingan tadi malam, (meski aku bukan seorang pakar, -hanya pecinta bola-) aku mencatat beberapa poin penting. Pertama, skuad Italia yang dibawa Lippi pada Piala Dunia kali ini berbeda dengan 2006 lalu di Jerman dimana saat itu Italia diperkuat bintang-bintang jaminan juara seperti Francesco Totti, Andrea Pirlo, Alessandro del Piero, Filippo Inzaghi, Alessandro Nesta, Marco Materazzi, Genarro Gattuso, dan lain-lain. Sungguh jauh berbeda dengan sekarang yang lebih banyak diisi pemain-pemain muda minim pengalaman di kancah internasional. 

Masalah kedua yang dihadapi Italia adalah tidak maksimalnya penampilan Buffon akibat cedera punggung yang dideritanya. Pada pertandingan penyisihan pertama Grup F melawan Paraguay, Buffon masih berada di bawah mistar gawang hingga hampir babak kedua usai sebelum akhirnya tumbang dan tidak kuat lagi bermain. Alhasil, Buffon harus menjalani pemulihan selama kurun waktu yang tidak ditentukan dan hampir bisa dipastikan absen pada sisa pertandingan piala dunia. Sebenarnya, jika Lippi masih memiliki cadangan kiper sekelas Buffon, tentu cederanya kiper terbaik dunia versi federasi internasional sejarah dan statistik sepak bola (IFFHS) ini tidak akan menjadi masalah besar dikubu Italia. 

Problem yang dihadapi negeri pizza ini semakin pelik dengan mandulnya barisan depan yang diisi pemain-pemain muda seperti Antonio Di Natale, Alberto Gilardino, Vincenzo Iaquinta, Giampaolo Pazzini, dan Fabio Quagliarella. Kualitas mereka belum bisa menyamai seniornya sekelas Alessandro del Piero, Filippo Inzaghi, dan Franscesco Totti. Demikian hal-nya di sektor gelandang. Meski Montolivo digadang sebagai titisan Pirlo, kelasnya masih jauh dibawah pendahulunya itu. 

Wajar saja jika pada akhirnya Italia mendapat cibiran, ejekan, maupun kecaman dari seluruh dunia. “ Masa juara dunia cuma bisa dapet hasil seri sih, di babak penyisihan lagi, dengan lawan tim-tim non unggulan pula “ ujar seorang teman. Emang susah ya menjaga nama besar dan reputasi?Hehehe..Nggak sadar juga kali tuh yang ngomong kalau bola itu bundar, kalau dalam sebuah pertandingan harus ada yang menang dan kalah, kalau dalam sebuah turnamen itu apa aja bisa terjadi?Semua menginginkan proses dan hasil yang sempurna bagi sang juara padahal kan, nggak melulu juara tetap jadi juara dan pecundang tak bisa jadi juara, ya kan?Italia kini disebut sebagai tim pecundang yang mengemis pada wasit gara-gara penalti di laga melawan anak-anak asuhan Rikky Herbert itu. Italia dikecam karena hanya bisa mencetak gol lewat penalti. Italia become a loser, umpat banyak orang.

Sebagai pecinta sepakbola Italy, aku cukup ‘panas’ mendengar kalimat itu. Terserah jika pemikiranku ini diartikan sebagai ‘pembelaan’ tapi bagiku, Italia adalah sebuah tim yang dinaugi banyak sekali keberuntungan. Mau orang lain memandang sebelah mata soal ‘faktor x’ yang satu ini?Aku tak ambil pusing. Nyatanya, mitos ‘keberuntungan’ atau ‘keajaiban’ atau apapunlah sebutan sejenis lainnya, terkadang menjadi suatu kunci kesuksesan sebuah tim menjadi juara. Lihat saja bagaimana Spanyol dan Jerman, 2 tim favorit juara, dikalahkan oleh tim-tim sekelas Swiss dan Serbia yang notabene-nya bukan lawan sepadan pada kualifikasi piala dunia tahun ini. Baik diatas kertas maupun kualitas pemain serta permainan, Spanyol dan Jerman memang layak diunggulkan. Tapi apa yang terjadi?Secara mengejutkan mereka dikalahkan lawan yang dianggap ‘tidak sepadan’ itu. Contoh lain ketika Lukas Podolski, bintang asal Jerman itu, tidak bisa menahan imbang Serbia karena gagal menyelesaikan hadiah penalti ke gawang yang dijaga Vladimir Stojkovic. Kenapa hanya Italia yang dicaci?Hmm..Mungkin karena banyak yang iri atas keberuntungan yang dimilikinya..hehehe..bisa jadi kan?. Italia tentu tidak lebih baik dari Jerman atau Spanyol tapi unggul dalam ‘the lucky factor’, setidaknya ia belum pernah kalah dibabak penyisihan. 

Terlepas dari semua problem yang dihadapi Italia di musim piala dunia kali ini, kayaknya yang namanya ‘the lucky factor’ mengambil peran cukup penting dalam sebuah pertandingan. Emang sih, untuk jadi juara Italia nggak bisa hanya mengandalkan si lucky itu tadi, mereka harus berbenah memperbaiki kualitas permainan. Nah, pembuktiannya ada pada laga pamungkas melawan Slovakia, 24 Juni mendatang. Jika Italia menang, apakah itu murni karena hadiah penalti (lagi) atau memang menunjukkan kualitasnya sebagai juara bertahan?Jika kalah, yaa..sekali lagi..tinggal tunggu keajaiban dari partai Paraguay kontra Selandia Baru tentunya.Apapun hasilnya, I still love you, gli azzurri..


















Senin, 21 Juni 2010

Pondok Baronang : Seafood For All!

Bagi anda penggemar seafood tak lengkap rasanya jika belum datang ke Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta. Disana, ada sebuah restoran seafood yang bakal membuat anda ketagihan. Penasaran ? 

Sekilas tak ada yang menarik saat melihat restoran ini dari luar. Bisa dibilang hampir tak ada yang istimewa dari segi desain bangunannya. Hanya ada seekor burung beo dalam sangkar didepan bangunan ber-cat kuning itu. Mungkin kehadiran burung inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi Pondok Baronang-nama restoran ini- dibandingkan restoran lain di sekitarnya. Sang empunya, Rusli Pattaraja, memang membuat konsep restorannya se-simpel mungkin, terutama soal desain interiornya. 

“ Saya memang tidak ingin menghiasi bangunan ini dengan gaya yang macam-macam karena yang saya jual disini adalah cita rasa dan kualitas pelayannan. Yang penting semuanya bersih, higienis, dan orang merasa nyaman datang kesini “ ujar pria yang akrab disapa Daeng Rusli ini. 

Kesederhanaan interior, lanjut Daeng Rusli, justru dijadikan keunggulan bagi Pondok Baronang karena dari situ orang menjadi penasaran ingin mencoba. “ Orang-orang tentu penasaran, koq tempatnya begini tapi banyak yang datang, disitulah saya coba tarik hikmah positif saja “ ungkapnya. Menurutnya, bisnis restoran intinya adalah soal rasa bukan interior atau penampilan semata. Meski demikian, ia pun tetap memerhatikan kebersihan dan kenyamanan tempatnya.  

Ucapan Daeng Rusli soal kekuatan cita rasa memang dapat dibuktikan. Sederet menu hidangan laut spesial bisa anda pilih diantaranya Udang Gala Bakar, Ikan Baronang Bakar, Ikan Bawal Goreng, Cumi Goreng, Kerang Ijo Bumbu Saos Padang, Cumi Telur Bakar, dan Kepiting Saos Padang. Baik udang, ikan, kepiting, cumi, maupun kerang, semuanya hasil tangkapan yang masih segar. “ Paling lama disimpan 3 hari, itupun untuk jenis ikan tertentu, lewat dari itu tidak bisa kami pakai karena kami ingin semuanya masih segar ketika diolah “ kata Daeng Rusli yang mengaku bisa menghabiskan 1 kwintal lebih bahan laut dalam sehari. Pemilihan bahan tersebut juga sangat diperhatikan olehnya, terlebih bagi jenis udang dan kepiting. “ Seperti misalnya untuk udang gala, yang bagus itu yang berwarna kehijauan dan isi kepalanya penuh “ tuturnya. Cara pengolahannya pun tak boleh asal-asalan karena sangat berpengaruh terhadap cita rasa yang dihasilkan. 

Seperti Udang Gala Bakar contohnya. Berbeda dari biasanya, udang gala dibakar tidak mengenai arang secara langsung melainkan dilapisi oleh daun pisang sambil diolesi bumbu spesial racikan Daeng Rusli. “ Daun pisangnya ini yang membuat aroma serta bumbu cepat meresap “ ucap pria yang pernah 10 tahun bekerja sebagai koki ini. Kepala udangnya juga tidak serta merta ia buang karena ternyata udang memiliki telur dibagian kepalanya yang sangat nikmat bila disantap. “ Bagian ini yang paling dicari “ kata Daeng Rusli sembari menunjuk isi kepala udang tersebut. Bagaimana rasanya? Hmm..luarbiasa lezat dan gurih. Kelezatannya masih ditambah lagi dengan sambal pelengkap yang disebut sambal acar. Sambal acar terbuat dari campuran sambal terasi, mangga, irisan cabe merah, bawang, dan tomat. Sensasi antara rasa asam mangga dengan pedasnya sambal terasi membuat lidah ini rasanya tak mau berhenti bergoyang. Sambal acar juga cocok menemani menu utama lainnya seperti ikan, cumi, kerang, dan kepiting. 

Menu bakaran lain yang tak kalah menggoda adalah Cumi Telur Bakar. Cumi dipilih yang mempunyai telur agar rasanya semakin gurih. Tapi yang paling istimewa adalah racikan bumbunya. Bumbu cumi ini dimasak menggunakan madu sehingga rasanya benar-benar lain daripada yang lain. Aditya Rama, 35, salah satu pengunjung mengakui kelezatannya. “ Rasanya mantab banget, nggak ada deh yang rasanya seenak ini “ akunya. Dari semua restoran seafood yang pernah ia datangi, Pondok Baronang-lah yang dipilihnya sebagai jawara. “ Meski tempatnya biasa aja tapi rasanya itu luar biasa “ puji pria yang akrab disapa Adit ini. 

Sajian lain yang juga menarik adalah Ikan Bawal Goreng dan Cumi Goreng. Tak seperti ikan goreng kebanyakan, Ikan Bawal Goreng ini terasa renyah hingga ke tulangnya. “ Semua bagian ikan, bahkan tulangnya sekalipun, semuanya bisa dimakan sampai habis “ kata Daeng Rusli.Begitu juga dengan Cumi Gorengnya, terasa lembut dan gurih. Tenang saja, minyak yang digunakan bukan minyak jelantah atau minyak bekas pakai sehingga aman bagi kesehatan. “ Disini tidak ada yang seperti itu, semuanya fresh dan sehat “ lanjut Daeng Rusli. 

Bosan dengan hidangan bakar dan goreng?Cobalah menu Kepiting dan Kerang Ijo Saos Padang. Kepiting yang digunakan merupakan kepiting premium kelas satu yang memiliki kualitas terbaik. Salah satu ciri kepiting yang baik terlihat dari permukaan badannya yang tidak lembek dan berwarna kemerahan. Sedangkan kerang ijo-nya juga memiliki mutu yang prima. “ Semuanya didatangkan langsung dari perairan luar Jawa dan harus kualitas nomor satu “ tandas Daeng Rusli. Saos Padang-nya sendiri dibuat dari campuran rempah-rempah seperti bawang bombay, tomat, bawang, cabe, dan beberapa resep khusus asli buatan sang pemilik. Untuk minumannya, anda bisa coba Es Jeruk dan Es Teh Manis ala Pondok Baronang. Es Jeruk-nya terasa seperti minuman hotel bintang lima sedangkan rasa manis dari Es Teh Manis-nya kental dengan aroma buah melon. Sebagai teman bersantap, kedua jenis minuman ini layak dipilih. 

Meski menggunakan kualitas bahan nomor satu, harga makanannya tergolong murah. Sajian ikan misalnya, dibanderol antara Rp.28.000 – Rp.48.000/porsi, kepiting di kisaran Rp.60 ribuan/porsi, dan menu paling mahalnya yakni udang gala seharga Rp.75.000/ porsi. “ Soal harga, kami cukup bersaing, bahkan sedikit lebih murah “ ucap Daeng Rusli. Lantaran inilah, Pondok Baronang menjadi salah satu restoran favorit selebritis ternama. Sebut saja Mandala A.Shoji, Poppy Bunga, Surya Saputra, Yadi Sembako, dan sejumlah artis lainnya pernah mampir kesini. “ Mereka tadinya mampir lalu lama-lama jadi pelanggan “ katanya. Tak ayal, usaha yang sudah digeluti Daeng Rusli selama hampir 10 tahun ini terus menunjukkan perkembangan signifikan dengan rencana membuka cabang baru di Cisarua, Bogor. “ Doakan saja akhir tahun sudah jadi “ tandasnya. Pondok baronang buka setiap hari dari pukul 09.30 – 21.30 WIB.


Dimuat juga di Harian Seputar Indonesia, Juni 2010

Kapan Yaaa...????Hmmm....

Hari ini,13 Juni 2010,salah satu temanku,Novi,menikah.Aku mengingatnya sebagai teman kecilku yang baik,lucu,dan selalu tampil apa adanya.Bersama Icha,kami bertiga bak satu paket yang tidak bisa dipisahkan.Teringat beribu kisahku dengannya. Indah.Sangat indah. Aku ingat saat bulan puasa tiba,10 tahun lalu.Novi,yang saat itu sudah punya pacar,selalu mengajakku berkeliling naik sepeda hanya untuk melihat rumah pacarnya sehabis sahur.Hampir setiap hari,semasa liburan,kami main bersama dari pagi hingga magrib menjelang.Segala cerita suka dan duka pernah kami lalui bersama, terbingkai dalam satu potret kenangan manis.Tapi,hanya sebentar. 

Waktu terus berputar membawa kami ke masa depan dan perlahan kebersamaan kami kian pudar.Mungkin karena kami terlalu sibuk dengan urusan masing-masing atau begitu banyak peristiwa terjadi.Entah aku yang menjauh dari mereka atau mereka yang menjauhiku atau memang sikonlah yang pisahkan kami.Yang jelas,jadilah kami tak pernah lagi saling sua,khususnya aku dan Novi (karena aku masih tetap dekat dengan Icha).Dimataku,Novi sudah berubah sangat berbeda.Ia memang masih dengan sifatnya yang 'cablak' tapi gaya hidupnya sangat bertolak belakang denganku. Novi kecil bercita-cita menjadi artis dan kini,ia hampir meraihnya.Ditunjang dengan paras cantik tentu saja ia mampu mewujudkan keinginannya itu. Tak hanya itu, dia juga sukses mendapatkan jodoh yang pas dengan impiannya,seorang pria kaya raya berhati baik dan sabar.Semua tentangnya terlihat begitu sempurna dan aku bahagia karenanya.Meski ia seakan 'melupakan' aku dan Icha sebagai sahabat yang pernah begitu dekat dengannya, aku tetap menaruh rasa kagum serta bahagia.  

Novi sudah resmi menjadi seorang istri siang ini.Pun halnya dengan Nita awal bulan lalu dan Cici pertengahan bulan Juli nanti. Oh ya, Nita dan Cici, meski tidak begitu karib dengan Icha dan Novi, pernah menjadi sahabat kental semasa remajaku, terlebih Cici. Ya, karena kami satu sekolah, jadilah kami selalu pergi dan pulang sekolah bersama selama hampir 2 tahun lebih.Tak ubahnya dengan Novi, persahabatan aku dan Cici juga sungguh berkesan.Hingga akhirnya Cici harus pindah ke Bandung, barulah kami benar-benar 'berjarak'.  

Aku kembali bertemu dengannya lewat situs jejaring sosial Facebook beberapa waktu lalu. Di media itulah,Cici bercerita bahwa ia akan menikah bulan depan sehingga total 3 dari 4 sahabat kecilku menikah di waktu yang berdekatan.Sekali lagi,tentu aku merasa begitu bahagia sekaligus 'terkejut'. Terkejut karena ternyata sang waktu berjalan sangat cepat dan telah membawaku pada suatu masa dimana pernikahan adalah sesuatu yang sudah boleh aku wujudkan.Sudah boleh?Ya,sudah boleh menurut prinsipku sendiri yang ingin menikah ketika aku berhasil jadi sarjana dan meraih cita-citaku sebagai reporter.  

Icha?Bagaimana nasib sahabatku yang satu itu?Apakah dia juga akan menikah dalam waktu dekat?Sepertinya belum.Meski kini kami jarang bersua karena kesibukan masing-masing, aku tahu betul siapa Icha, bagaimana kisah cintanya, siapa pacarnya sekarang,dan lain-lain. Boleh dibilang, Icha adalah salah seorang dari sedikitnya orang yang aku percayai sebagai ' sahabat '.  

Kisah tragis perjalanan cintanya hampir mirip dengan kisahku walau harus kuakui kisahnya jauh lebih menyakitkan.Berkali-kali dikhianati membuatnya jatuh dalam keterpurukan. Parahnya, ia hampir tak ingin lagi jatuh cinta alias mati rasa. Pertama kali aku melihatnya frustasi dan menangis sejadi-jadinya ketika ia ditinggal menikah oleh sang kekasih. Ia tiba-tiba mendatangiku sambil memeluk dan menangis histeris. Aku tak lagi melihat keceriaannya selama beberapa waktu setelah kejadian itu. Yah..ternyata cinta memang begitu dahsyat.Bisa melambungkan angan seseorang setinggi langit sekaligus menjatuhkannya ke dasar perut bumi. 

Aku dan Icha merasa begitu senasib. Kami memiliki rasa yang sama akibat trauma menyakitkan yang pernah kami alami. Alhasil, kami jadi sering bersama. Kemana-mana pergi berdua, malam minggu pun kami jalan-jalan menggunakan vespa berdua. Tak peduli apa kata orang tentang kami, yang jelas cinta begitu menyakitkan bagi kami, saat itu. Icha-lah sahabat yang paling mampu memahamiku baik dikala aku sedang senang, sedih, marah, ataupun takut. Chemistry antara aku dan dia sangat kuat sehingga,tak perlu kami sering bertemu seperti dulu pun, kami tetap merasa dekat.  

Icha sekarang baru menjalin kasih lagi dengan seorang pria asal Tangerang. Aku tidak perlu tahu bagaimana detailnya tapi yang aku tahu dia bahagia.Dia, begitu pula aku, tak akan lagi ulangi kesalahan yang sama. Maka wajarlah jika dia sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menikah. " Aduh da..ntar deh kalau gue udah bener-bener yakin baru gue mau nikah. Sekarang gue masih trauma gara-gara dikasih harapan nikah eh..taunya gagal " kata Icha kala itu. Icha hanya tidak ingin kembali terpuruk dengan harapannya sendiri. Itu aja.  

Lantas bagaimana dengan diriku sendiri?Kapan aku akan menikah?Hmm..pertanyaan yang sulit sekali kujawab. Perkara menikah sejatinya sudah ketentuan Allah yang kuasa. Aku hanya tinggal berikhtiar dan berdoa. Dulu, aku sama sekali tidak memikirkan hal yang satu ini karena kupikir masih terlalu jauh untuk berpikir kesana. Tapi setelah sang waktu membawaku jauh ke depan dengan segala realitas yang ada, aku mulai terbersit untuk mewujudkannya.Ahh..semua orang pasti akan kaget mendengar ucapanku ini "aku mau nikah secepatnya ".Hehehe..siapapun yang mengenalku tentu terheran-heran mendengarnya karena aku,dimata teman-temanku,adalah seorang wanita aneh yang menempatkan menikah sebagai prioritas kesekian jauh dibawah karier.  

Satu hal yang membuatku berubah pikiran untuk menikah muda -selain pengaruh lingkungan- adalah kehadiran pria yang sudah dekat denganku hampir 1,5 tahun terakhir. Aku benar-benar menyerah pada cintanya. He's like a gift from God.Dan aku rela dipersunting olehnya. Entah bagaimana caranya, aku hanya meyakini satu hal : Allah akan beri aku waktu yang tepat untuk bisa menikah. Karena pengetahuanku amat minim maka kuserahkan saja semua kepada Dia Yang Maha Tahu segalanya. Yang jelas, aku juga ingin segera menikah untuk menyempurnakan agamaku. Tuhanku, kabulkanlah lagi 1 pintaku itu. Please.. (mupeng.com juga ceritanyaaa..hehe..)