Selasa, 28 Desember 2010

Dari Bukit Jalil Hingga Gelora Bung Karno, Kau Tetap Garuda Di Dadaku..

Wajah Bimo,24, tertunduk lesu saat Mohd. Safee Sali,pemain timnas Malaysia bernomor punggung 10 itu melesakkan gol ketiga dalam pertandingan final leg 1 antara Malaysia - Indonesia di Stadion Bukit Jalil,Malaysia, Minggu (26/12). Gol ini sekaligus menggenapkan kemenangan Malaysia 3-0 atas Indonesia. Sorak sorai pendukung timnas Indonesia pun berganti sunyi. 

Kecewa. Itulah yang dirasakan semua rakyat Indonesia. Terlebih bagi Bimo dan sebagian besar suporter yang langsung terbang ke Malaysia untuk mendukung tim Garuda berlaga. Bukan hanya pengorbanan materi, waktu, dan tenaga saja tapi juga harga diri sebagai warga negara Indonesia yang jadi taruhan. Yah, harap maklum..lawan kali ini adalah negara serumpun yang hobinya jadi plagiat segala rupa bangsa Indonesia. Dari batik, lagu, angklung, sampai pulau diklaim sebagai miliknya.

" Sudah pasti sangat kecewa. Bolehlah Indonesia itu kalah dari negara lain tapi jangan dengan Malaysia, saya nggak rela. Mereka negara pencuri " ujarnya menggebu.

Reaksi Bimo tergolong wajar karena ulah negaranya Siti Nurhaliza ini sungguh sangat menggemaskan. Bahkan, semakin membuat geram dengan kelakuan sejumlah suporternya yang sengaja menggunakan laser pointer untuk mengacaukan fokus pemain timnas. Tak hanya itu, kabarnya suporter mereka pun melempari tribun pendukung Indonesia dengan botol air mineral dan coba melakukan provokasi. Benar-benar ulah kampungan yang tidak mencerminkan sportifitas.

Contoh nyata ketidaksportifan mereka terlihat sejak menit awal pertandingan. Wajah Markus Haris Maulana, sang kiper, berkali-kali disorot sinar laser sehingga berbuntut protes di menit 53 agar pertandingan dihentikan. Wasit mengabulkan protes tersebut selama kurang lebih 5 menit  dan meminta pihak official Malaysia mengambil tindakan tegas terhadap penonton yang melakukan aksi memalukan itu.

Pertandingan akhirnya dilanjutkan kembali. Kali ini dengan tensi yang meningkat.  Emosi serta konsentrasi pemain berhasil diacak-acak karena insiden tersebut. Hal itu terlihat dari barisan pemain belakang yang mendadak kocar-kacir bak ayam kehilangan induk. Tidak ada koordinasi yang solid apalagi pertahanan rapat.  Akibatnya fatal. Kesalahan Maman Abdurrahman, punggawa lini belakang timnas, dalam mengantisipasi umpan lawan membuahkan gol pertama bagi harimau malaya-julukan Malaysia- lewat tandukan Safee Sali di menit 59. 1-0 untuk keunggulan Malaysia.

Setelah tertinggal 1 gol, pasukan Alfred Riedl ini bukannya berbenah dan memperbaiki lini pertahanan malah semakin kehilangan fokus. Selang 4 menit kemudian, gol kedua Malaysia yang disebabkan terbukanya ruang dikotak penalti menjadi bukti. Tak ayal, teriakan suporter Malaysia pun menggema ke seantero stadion termegah di Asia Tenggara itu membungkam suara Garuda di Dadaku.

Pesta ternyata belum usai hingga Safee menutupnya dengan kembali menjebol gawang Markus di menit 71. Tuntas sudah pembalasan dendam Malaysia dari kekalahan 5-1 atas Indonesia saat babak penyisihan grup di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) beberapa waktu lalu. Ekspresi puas sontak ditebar para pemain Malaysia di hadapan 80 ribu lebih pendukungnya. Malaysia larut dalam gegap gempita kemenangan sedangkan Indonesia pulang membawa sejumlah pekerjaan rumah yang mesti segera diselesaikan.

Meski peluang masih terbuka lebar pada pertandingan leg kedua di Stadion Gelora Bung Karno 29 Desember nanti, hasil ini cukup memperberat langkah timnas Indonesia menjuarai Piala AFF untuk pertama kalinya. Mau tidak mau pasukan Garuda wajib melesakkan minimal 4 gol tanpa balas agar bisa keluar sebagai pemenang. Sungguh tidak mudah.

Tak hanya itu, kekecewaan berjuta rakyat pendukung timnas Indonesia juga mustahil ditutupi. Namanya juga pendukung, tentu berharap tim favoritnya memenangi pertandingan. " Emang sih kita belum sepenuhnya kalah karena masih ada satu kali laga lagi di Indonesia,kita tetap dukung dan optimis tapi soal kecewa itu pasti " tutur Niko, salah satu suporter asal Jakarta yang bekerja di Selangor,Malaysia.

Kecewa lantaran kalah dari Malaysia mungkin tidak lebih menyakitkan daripada kecewa karena perlakuan manajemen sepak bola di negeri sendiri. Calon suporter tuan rumah harus menelan dua kali pil pahit sebagai akibat dari tidak profesionalnya PSSI mengatur sistem pembelian tiket. Antrian panjang berjam-jam dari Subuh hingga Subuh lagi itu sudah jadi hal biasa yang dimaklumi para suporter tapi jika loket antrian tidak kunjung dibuka pada waktu yang telah dijanjikan,apalagi mendekati hari H pertandingan, haruskah mereka menganggapnya wajar?Belum lagi harga tiket yang melambung tinggi dengan alasan mencegah terjadinya penumpukan penonton (udah kaya mudik lebaran aja) di Stadion GBK. Padahal, bisa jadi itu hanya alasan kamuflase semata demi keuntungan bisnis.

Buktinya, ribuan calon suporter yang datang dari seluruh penjuru Indonesia tetap keukeuh ingin membelinya. Bahkan, jumlahnya membludak drastis.Berapapun harga tiketnya, mereka rela antri untuk bisa membeli. Tak peduli panas dan hujan, dengan sabar mereka masuk dalam antrian. Tak ada alasan apapun kecuali hanya ingin duduk di tribun stadion mendukung timnas Indonesia,ikut memerahkan Gelora Bung Karno, menunjukkan nasionalismenya. Hanya itu.

" Saya kesini jauh-jauh dari Makassar bersama keluarga dan teman-teman khusus untuk mendukung timnas Indonesia tapi kok begitu sampai Jakarta, kami malah kesulitan mendapat tiket, tidak cuma tersiksa antrian panjang saja tapi juga loketnya terlambat dibuka sampai sore " ungkap Andi Raharja, salah seorang suporter yang akhirnya tidak kebagian tiket kategori III.

Senada dengan Andi, Asep, suporter asal Bandung ini juga mengeluhkan rumitnya proses penjualan tiket yang dinilainya tidak efisien. " Kalau tiket final ini beda dengan babak sebelumnya, jauh lebih  ribet. Kita nggak hanya antri aja untuk beli tapi juga mesti menukarkan voucher segala di H-1. Jadi, setelah bayar, kita baru dapat voucher yang nanti bakal ditukar dengan yang asli. Antrinya jadi dobel kan? " katanya kesal.

Entah apa maksudnya manajemen PSSI mempersulit suporter yang berniat membeli tiket resmi hingga berbuntut kericuhan Sabtu (25/12) lalu. Yang jelas, kekalahan 3-0 dari Malaysia  di Stadion Bukit Jalil menunjukkan bahwa kehadiran mereka memiliki pengaruh besar dalam menguatkan mental pemain. Malah ada yang sampai menahbiskan mereka sebagai pemain ke - 12 dibelakang kiper.

Memang tak berlebihan jika ada yang menyebut demikian. Pasalnya, dari 5 kali main di kandang sendiri, dengan dukungan penuh 88 ribu suporter fanatik, Indonesia selalu meraih poin penuh alias tidak pernah kalah. Kondisi sebaliknya justru terjadi di final leg pertama yang dihelat distadion lawan dimana tuan rumah hanya memberi jatah 15% kursi pendukung Indonesia. Imbasnya, nyawa merah putih seakan tenggelam dilautan biru kuning pendukung Malaysia.

Kondisi pertama kalinya bermain tandang ini rupanya membuat para pemain didera nervous, apalagi ditambah dengan berbagai tekanan baik dari permainan lawan hingga ulah tidak sportif suporter tuan rumah. Mental mereka jatuh hingga menimbulkan kekacauan fokus yang berakibat sangat fatal, kecolongan 3 gol sekaligus.

Kekalahan ini seyogyanya menjadi pelajaran berharga khususnya bagi manajemen PSSI yang sering meremehkan suporter dengan minimnya bentuk pelayanan serta carut marutnya sistem yang berlaku selama ini. Buka mata anda saat Garuda diterkam habis Harimau Malaya. Lihat..mereka tak berdaya tanpa puluhan ribu suporter yang biasanya memerahkan GBK dan menyanyikan lagu Garuda di Dadaku. Dan lihat..betapa kehadiran suporter lawan mampu memberikan tekanan hingga sang harimau mengganas melukai sayap garuda dan membuatnya tersungkur.

Jika tak ingin menyebut faktor suporter yang jadi biang kekalahan, maka mental pemainlah yang jadi kunci kemenangan. Tanpa mental juara, sampai kapanpun timnas Indonesia akan gagal meraih sukses. Dan selama mental juara ini belum dimiliki, wajar rasanya jika jutaan pendukung Indonesia ditempatkan sebagai motivator utama bagi para pemain yang tidak sekedar berteriak INDONESIA atau bernyanyi Garuda di Dadaku saja tapi juga membakar semangat merah putih dalam jiwa mereka.

Lupakan kekalahan pahit kemarin lusa. Tak usah lagi saling hujat ini dan itu. Tak perlu membalas ulah suporter Malaysia yang tidak sportif.  Kini saatnya bangkit dan berbenah diri. Harapan itu masih ada, gelar juara pun didepan mata. Hanya perlu 4 gol tanpa balas untuk mewujudkan mimpi kita semua, menjadi yang terbaik se-Asia Tenggara. Khusus bagi PSSI, hentikan segala arogansi anda terhadap para suporter sebab tanpa teriakan, nyanyian, yel-yel, juga seragam merah putih mereka, Garuda Indonesia tak bisa kepakkan sayapnya jauh lebih tinggi. Sedangkan bagi kami semua suporter timnas Indonesia, Stadion Gelora Bung Karno akan jadi saksi bahwa garuda tetap di dadaku, tak peduli menang atau kalah..
  

sumber foto : teras-info.blogspot.com/2010/12/dukungan-fans-indonesia-menuai.html
    

Tidak ada komentar: