Jumat, 19 Desember 2008

Satu Cerita Di Hari Senin, 15 Desember 2008

Pagi ini, 15 Desember 2008. Lima belas menit lagi, acara paling bersejarah itu akan dimulai. Aku mulai bersiap – siap merapikan kebaya dan togaku untuk masuk ke dalam Grand Ballroom Hotel The Ritz Carlton Jakarta. Suasana lobby tampak ramai dipadati beberapa orang memakai jas dan kebaya. Aku terus berjalan memasuki ruangan dan disana aku menjumpai semua teman-temanku lengkap mengenakan kostum yang sama denganku. Di sisi kanan barisan kursi kami, tampak seluruh orangtua hadir menyaksikan perhelatan akbar itu. Senyum- senyum ceria mereka mengeluarkan auranya. Dalam hati, mereka pasti bangga kepada kami. Yap, hari ini adalah hari dimana kami, mahasiswa-mahasiswa The London School of Public Relations- Jakarta akan di sahkan sebagai Sarjana Ilmu Komunikasi.


Aku menduduki sebuah kursi yang di bagian belakangnya tertera tulisan 095.Firda Puri Agustine, S.Si. Melihat gelar dibelakang nama lengkapku, aku jadi teringat akan perjuanganku untuk mendapatkannya. Terekam pula berbagai kenangan manis didalamnya. Aku ingat ketika 4 tahun lalu datang ke Wisma Dharmala Sakti untuk membeli formulir pendaftaran seharga 200.000 Rupiah dan mengikuti beberapa rangkaian tesnya sampai akhirnya aku tercatat sebagai mahasiswi disana, kampus yang sering dianggap kampusnya artis dan orang-orang borjuis. Mendengar anggapan itu, toh aku tak peduli karena dulu aku memang merasa layak ada disana dengan latar belakang keluargaku yang bisa dibilang sangat lebih dari cukup, selain karena cita-citaku yang ingin berkarier di bidang komunikasi.


Tahun pertama aku menjadi mahasiswi, ku jalani dengan sangat menyenangkan. Terlebih karena letak kampusnya yang jauh dari rumah, aku jadi bisa bergerak bebas lepas dari aturan orangtuaku yang saat itu aku anggap mengekang. Aku bisa pergi kemanapun yang aku suka bersama teman-teman baruku. Ku akui, gaya hidup teman-temanku terbilang cukup mewah dan aku pun sempat terpengaruh. Bagiku tak masalah membeli sepatu seharga 300 ribu agar tak kalah dengan teman-temanku. Meskipun demikian, aku tak sampai kelewatan batas karena aku masih menggunakan transportasi umum untuk sampai ke kampus, tidak memilih menggunakan mobil pribadi yang sebenarnya bisa saja digunakan beserta supirnya.


Di awal – awal masa kuliah itu, aku banyak melakukan penyesuaian diri. Mulai dari rutinitas macet yang setiap pagi tak pernah absen ku temui sampai gaya hidup anak-anak kampus metropolitan yang hobi hang-out sana sini. Mulanya aku terus mengeluh karena setiap pagi jalanan selalu padat, tapi lama-lama aku jadi terbiasa..’yah, mau gimana lagi, dah harusnya kaya gini’ begitu pikirku. Kehidupanku juga semakin berwarna dengan hadirnya pacarku yang kini sudah almarhum. Aku pun jadi tau tempat-tempat di Jakarta karenanya. Satu tahun itu aku tempuh untuk mulai menghadapi kerasnya Jakarta.


Masuk tahun kedua, aku sudah jauh lebih menguasai medan. Aku mulai berkenalan dengan jenis transportasi kereta api karena kampusku berpindah tempat di kawasan Kebon Sirih yang jika aku tetap menggunakan bus, aku akan menghabiskan waktu hampir 2 jam lebih di jalan. Di tahun kedua ini, aku menjumpai teman-teman baru yang berbeda dari sebelumnya, dan teman-teman baruku inilah yang nantinya akan terus bersama sampai akhir perjalananku di LS.


Saat itu, kampusku terletak di gedung Dewan Pers sebelum akhirnya pindah ke gedung annexe Bimantara untuk kemudian menetap di Sudirman Park. Setiap selesai jam kuliah, aku dan teman-temanku selalu menyempatkan diri makan di warung ayam bakar belakang kampus. Dari kebersamaan makan siang itulah aku menemukan kawan senasib dari Bekasi bernama Feli. Akhirnya, aku, Feli, dan beberapa teman lain, janjian di Stasiun Bekasi untuk pergi kuliah bersama. Begitu terus setiap pagi bahkan sampai tahun-tahun terakhir aku kuliah disana, Feli selalu bersamaku tiap pulang dan pergi kuliah, bahkan banyak yang bilang kami kembar..hehehehe…


Di semester 3, satu kejadian pahit harus kuterima dengan kepergian pacarku menghadap keharibaanNya. Sedih itu pasti tapi aku tidak lantas terpuruk. Sehari setelah ia pergi, aku bahkan masih sempat jalan-jalan ke Blok M Plaza bersama teman-temanku. Hidupku pelan tapi pasti mengalami perubahan sejak peristiwa itu. Aku jadi banyak merenung dan hasil perenungan itu aku larutkan dalam sujud-sujud panjangku kepadaNya. Aku semakin mendekatiNya dan berubah menjadi sosok yang lebih arif memandang hidup.


3 bulan setelah ia pergi, ada tugas dari mata kuliah Dramatic Literature dimana masing-masing kelas membuat pertunjukan drama yang nantinya diperlombakan. Judul drama kelasku diangkat dari dilm Broadway berjudul Fame of The Musical. Di event itu, aku mengambil peran sebagai Head of Coordinator Backdrop and Properties yang bertanggung jawab atas desain panggung dan segala hal yang berhubungan dengannya. Walaupun aku tak bisa menggambar, tapi tugas itu ku jalankan dengan sebaik mungkin. Dibantu seorang calon arsitek dari Trisakti, setiap hari aku mengerjakan tugas gambar backdrop dan menyiapkan segala properti hingga ke Pasar Tanah Abang. Begitu banyak cerita tentang event ini yang diwarnai dengan insiden pencurian yang dilakukan teman kami sendiri.


Masuk semester 6 , kami semua pindah ke kampus baru di Sudirman Park. Di waktu itu, kami ditugaskan untuk magang di perusahaan dan membuat laporan setelah selesai melewati masa kontraknya dan wajib mengambil jam kuliah malam. Aku yang tadinya sangat idealis tak ingin masuk ke Bisnis Indonesia, -sebuah kantor dimana papaku dulu bekerja – akhirnya menyerah dengan keadaan dan menjalani hari-hari magangku selama 3 bulan disana. Tak pernah kusangka, jodohku di Bisnis Indonesia justru mengundang berbagai hikmah yang luar biasa hingga aku mengenal banyak orang penting dan bertemu satu sosok yang menggetarkan hatiku.


Tepat pada hari ini, 1 tahun yang lalu di seminar Commusication – sebuah event terakhir yang kami buat bersama sebelum skripsi-, sosok itu hadir dan menyadarkanku akan arti ketulusan. Dia, yang begitu kontroversial dan dibenci banyak orang, datang membawa sejuta warna dalam hidupku Sayang, kini ketika hari ini aku berdiri tegak dengan mengemban sebuah tanggungjawab baru, ia menghilang entah kemana. Tapi yah itulah hidup, harus terus berjalan kedepan..



Ah,mari kita kembali ke hari ini. Tiba-tiba aku koq jadi sangat ingin menangis begitu namaku dipanggil maju ke atas podium. Ada rasa haru juga bangga melihat bahwa seluruh perjuanganku selama ini termasuk perjuangan menyelesaikan skripsi yang tidak mudah akhirnya tak sia-sia. Aku mampu buktikan pada kedua orangtuaku, aku bisa memberi mereka kebanggaan. Sekali lagi yang harus aku buktikan setelah gelar S.Si ada melengkapi namaku adalah kemampuanku untuk meraih impianku menjadi berguna bagi banyak orang dengan menjadi seorang jurnalis sejati..yaa..semogaa…

Tidak ada komentar: